Kamis, 21 November 2013

Puasa di Negeri Petenis Novak Djokovic


Sampai di negeri antah berantah bernama Serbia 6 bulan lalu , negeri tempat petenis terkenal Novak Djokovic berasal, tak terasa sekarang sudah memasuki bulan ramadhan. Jadi mau tak mau aku harus menjalankannya di negeri Serbia ini, ini juga merupakan pengalaman pertamaku menjalankan ibadah puasa di negeri orang.
Puasa pertamaku kemarin berlangsung pada hari selasa tanggal 9 juli 2013. Melihat jadwal resmi dari komunitas islam di Serbia, aku sempat geleng-geleng kepala karena imsaknya pukul 2.30 dini hari dan maghribnya pukul 08.30 malam. Agak ngeri juga membayangkan puasa selama itu, apalagi bulan ramadhan ini bertepatan dengan musim panas di Serbia. Namun, mau tak mau sebagai muslim aku harus menjalankannya.
Di puasa pertamaku, aku sahur pukul 1 dini hari. Pihak hotel dimana semua mahasiswa yang mendapat beasiswa program “world in Serbia” telah menyiapkan bekal sahur berupa sendwich raksasa. Ini roti sendwichnya gede banget, dan di dalamnya berisi ham dan keju, tidak ada mayones atau saus sama sekali. Untungnya, sebagai mahasiswa Indonesia, saus abc pedas selalu siap tersedia.
Di serbia yang kita bisa menyebutnya negara kecil di daerah balkan, mendapat bahan-bahan makanan favorit orang indonesia tergolong gampang. Saus abc, kecap abc dan indomie ada di supermarket-supermarket terdekat. Sayur-sayuran, tahu dan rempah-rempah pun bisa kita peroleh dengan mudah di pasar-pasar Cina di daerah Novi Beograd. Restoran Indonesia pun ada 1 di daerah Slavija, tidak jauh dari pusat kota yang eksis di jalan Njegoseva no. 11. Jadi, menjadi mahasiswa Indonesia di Serbia tergolong menyenangkan, kalau lagi ingin makan makanan Indonesia bisa masak sendiri dengan menginvasi dapur teman atau langsung loncat ke restoran Indonesia tersebut.
Setelah menggigit sendwich raksasa pelan-pelan, sebelum pukul setengah 3 aku sudah menggosok gigiku. Aku tidak langsung tidur karena menunggu shalat subuh. Selesai waktu imsak, masuk waktu shalat subuh aku langsung shalat dan tidur.
Aku bangun pukul 9 atau 10, dengan hawa yang sangat gerah dan panas, aku mengisi waktuku dengan belajar. Tanggal 19 juli nanti akan ada ujian bahasa Serbia, jadi meski lemas aku memaksakan diriku membaca dan belajar. Belajar samapi pukul 1 siang, shalat dan biasanya tidur lagi. Bangun jam 5 atau 6, shalat ashar dan mandi.
Hari pertama buka puasa, aku pergi ke restoran Indonesia dengan teman-teman Indonesia yang lain, ada mba sabriana, mas adi, mas wili dan martin. Biasanya di restoran Indonesia, kami bertemu mba Ariana dan mba kristi, staf KBRI yang juga ingin buka puasa disana. Buka puasa pertama di Serbia berlangsung pada pukul 8.30 malam.
Sambil menunggu buka puasa, kami mengobrol tentang perkembangan bahasa serbia kami. Kebetulan teman mas adi yang bernama Dragan dan Mihailo adalah orang Serbia, maka kami bisa mendapat seksi belajar bicara atau mendengar bahasa serbia.
Masuk waktu buka puasa, mas Agus, Chef di restoran Indonesia memberikan appetizer berupa kolak. Dan makanan utama sudah kami pesan sesuai selera masing-masing. Saat itu, aku memesan ayam bakar dan gado-gado, dengan tambahan appetizer lumpia goreng dan segelas teh hangat. Jadi, aku merasa puasa di Indonesia ataupun di Serbia sama saja, memang yang berbeda adalah rentang waktu puasanya. Namun, jika kita menjalaninya dengan ikhlas dan sabar, waktu seperti terbang dan tahu-tahu waktu buka puasa sudah di depan mata.
Selain rentang puasa yang panjang, paling tidak 18 jam puasa. Puasa di Serbia agak berat karena pihak hotel dimana aku tinggal hanya memberi sendwich raksasa untuk buka maupun sahur, jadi pada awal-awal puasa, mahasiswa Indonesia kerap ngabuburit di restoran Indonesia maupun ditempat lain dan ini berarti kami harus merogoh kocek yang agak lumayan. Meski begitu, undangan-undangan buka puasa dari keluarga Indonesia di Serbia ataupun dari KBRI akan banyak berdatangan dan ini sangat membantu. Begitu.