Selasa, 03 November 2015

Hello Monster
In human mind, there is a saying that there are two potentiality of becoming good and bad human. Every day, human struggle in this position. Whoever win is the one we feed more than another.
Allan finishes reading the article about suicide in the recent newspaper that he got this morning. He just leave it on the table and walk to the kitchen. He puts the dirty cup in the sink and when a rat pass his leg, he quickly step on it and trap it between his feets. He did not feel hurt when the rat starts to bite his feets. Even he grinned and grab the rat wth his fingers. That day a bad side of human possessed him. A monster inside him appear.
The rat in Allan’s hand struggling and wants to run away. It’s eyes reflecting fear and anxiety. But Allan stand still and even enjoying the moment. The moment that he felt like a God, deciding something to be alive or dead. Later, he takes a knife with his other hand and start with cutting the rat’s ears, the left side and the right side. And at last, he cuts the rat’s neck slowly and enjoying the rage screaming of the rat. When he finish cutting the rat’s neck, the blood flooding his hands and he reaches the unknown happiness that he never felt before.
In the next day, Allan surprised when he found a dead rat in his dining table. He suddenly cry for the unfortunate rat. And it seems that Allan did not remember what did he do yesterday. Without thinking, he takes the rat and bury it in his backyard. Put a nice tomb as a remembrance. After burying the poor rat, Allan back to his house, replying twitter- answering the questions of gamer and translate the game profile into english and put it in his company website. Allan’s occupation as supporting service in a game company did not take a lot of his time. He can works 40 hours a week in his house. He only need to connect with the internet so he can fulfill his job’s duty. He earns pretty much amount of money, so that he can live well now. Even, his company gave him an award because of his skill. But Allan lack one thing, He does not have family. He grew up in the orphanage and no one adopt him till he is seventeen and step out from the orphanage. Since then, he studying in the university while working, only to support himself.

The strange thing, after Allan got abused and bullied by his friends when he was in the orphanage, Allan seems to have DID or what we usually called multiple personality disorder and Allan have not realize it, yet.  

Kamis, 30 Juli 2015

Sekali-kali, Terbanglah! :)


Aku tidak pernah bermimpi bisa terbang ke angkasa dan menyentuh angin di udara dengan tangan hampa, tanganku sendiri. bahkan mulai bermain-main meliuk-liukkan tangan ke atas dan bawah, sambil sesekali kembali berpegangan pada sebuah tali panjang dan berlubang di bawahnya, untuk bisa memasukkan jari jemari tanganku dengan nyamannya disana. mimpi terbangku pasti selalu ada di dalam pesawat airbus yang hari ini bermerk apa dan esoknya bermerk apa lagi.

Tapi mungkin ketidakpunyaan mimpi "terbang" itulah yang menstimulus realitasku untuk terbang. tidak ada rasa ngeri, takut, kuatir atau rasa apapun yang tidak enak sebelum aku terbang. saat sudah siap dipasangi peralatan paralayang itu, instrukturku yang bernama Vladimir segera menyuruhku lari. aku lari sekuat tenaga dan belum ada 3 menit, kakiku sudah mengambang di udara, hanya Vladimir yang terus berlari, berusaha membuat kontak asmara dengan angin yang berhembus supaya adegan "terbang"ku dan dia sukses.

Adegan berlari yang seperti kilat dan berhasilnya kontak asmara yang dibuat oleh Vladimir antara paralayang dan angin, membuatku TERBANG, ya terbang, dan setelah itu aku hanya sibuk menjerit-jerit kegirangan antara perasaan "high", takut, takjub, heran, ngeri, semua bercampur menjadi satu. Vladimir dengan kalemnya menyetir laju paralayangnya, menari-nari di udara kurang lebih 10-15 menitan, di helm-nya menempel kamera video yang siap merekamku di depannya, dia menyuruhku berteriak sesuatu sehingga video yang dia rekam akan menyimpan momenku saat terbang itu. tanpa ba-bi-bu, aku menjeritkan nama abahku dan mamaku, dan sibuk menjerit-jerit kosong, sekalian meluapkan rasa jengkel dan kesal yang memenuhi dada sampai suaraku serak. 15 menit di udara dan tiba-tiba Vladimir menyuruhku siap-siap berlari lagi untuk posisi pendaratan membuatku mengayuh kaki tanpa berpikir. dan untungnya pendaratan yang dilakukannya mulus, tanpa suatu bencana, padahal aku sudah takut kalau-kalau kakiku tersangkut di pohon mana dan putus, yah seperti biasa, khayalan heboh dalam kepala selalu membuat hiperbola-hiperbola lucu dan tak perlu sebenarnya. meski hati sudah komat-kamit membaca surat al-ikhlas dan surat-surat al-qur'an lainnya.

Begitulah pengalaman terbangku, meski sebentar tapi itu sukses membuatku ketagihan, hanya harga terbang yang mahal yang agak menyurutkan niatku untuk terbang lagi! :D
Jujur, aku sebenarnya takut ketinggian. aktifitas yang berhubungan dengan ketinggian pertama kali kuperoleh saat aku iseng bergabung dengan organisasi pecinta alam di fakultasku dulu. tanpa tahu detail apa yang sebenarnya anak-anak pecinta alam lakukan, aku bertekad 100% bergabung dengan mereka, motivasiku hanya satu: aku ingin terlihat keren dengan tas carrier menempel di punggung, aku tidak tahu konsekuensi apa yang mengikutiku setelah aplikasiku diterima.

Adegan pertama yang berhubungan dengan ketinggian terjadi saat aku menjalani pelatihan dasar kepecintaalaman selama seminggu di Gunung Lawu dan sekitarnya. adegan pertama itu adalah Rock Climbing dan Rappeling. aku dan kawan-kawan yang menjalani pelatihan digiring oleh senior galak naik ke sebuah bukit yang lumayan tinggi, tidak tahu berapa tinggi bukit itu tapi tempat Rock Climbing yang harus kupanjat setinggi kurang lebih 25 meter. meski telah menjalani pra-latihan di kampus sebelumnya, adegan panjat-panjat dan Rappeling itu tetap saja ngeri, tapi berbuah dorongan dan teriakan menyemangati dari teman sesama pelatihan dan senior membuatku berhasil mencapai puncak bukit dengan beberapa goresan luka yang tak kurasakan di kaki, tangan dan lenganku. tanganku penuh dengan bubuk kapur putih saat sadar aku sudah berdiri di puncak bukit. mataku tak lepas memandang hamparan sawah, rumah penduduk, kantor kelurahan, langit, burung-burung, lapangan bola, dan entah apa lagi. hatiku membuncah saat mencapai puncak, aku berada dalam situasi yang "ecstasy", penuh dengan kebanggaan pada diriku sendiri, ternyata aku bisa lebih kuat daripada aku yang biasanya.

Adegan kedua yang berkaitan dengan ketinggian adalah Rappeling. aku harus turun dari bukit dengan menggunakan tali temali dan semuanya harus meng-instal tali temali itu ketubuhku sendiri. kalau salah pasang tali temali itu bisa fatal akibatnya, jadi harus ekstra hati-hati, dan selalu mengecek apakah pemasangan tali temali itu sesuai teori. untung semua peserta pelatihan yang jumlahnya 9 orang termasuk aku sangat kompak dan bersemangat. kita saling membantu dan mengingatkan.

Begitulah, kupikir seseorang di suatu masa hidupnya perlu terbang sekali-kali. aktifitas "terbang" tidak harus seperti burung, bisa dilatih dengan aktifitas-aktifitas kecil yang memerlukan jarak antara tubuh dan bumi. ya seperti rock climbing dan rappeling yang kusebutkan di atas. atau aktifitas lain seperti flying fox, zeppelin, naik balon udara, skydiving juga ok. atau lompat tali juga bisa, yang penting efek terbang bisa dirasakan. aktifitas "Terbang" bisa memberi fase "Pause" dalam hidup manusia yang sangat komplek dan selalu sibuk. fase "Pause" itu bisa seperti pakansi sesaat untuk menjernihkan pikiran yang sudah terpolusi dan melihat diri bahwa diri manusia bisa menjadi kuat dan menjalani hidup dengan lebih baik lagi kedepannya. 


Studentski Grad, 30.7.2015
Kamar 578, 11:44 pm.

Jumat, 14 November 2014

CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA

Namaku adalah Narayan Tagore, aku tinggal di Praha. Praha adalah ibukota dari Republik Ceko yang terletak di bagian barat tengah negara itu, di wilayah Bohemia. Kota ini sering disebut Kota Seratus menara karena terdapat banyaknya gereja dan menara. Aku sekarang ada di kelas tiga SMA. Aku suka membaca sepanjang hari, khususnya novel dan puisi. Aku tidak tahu mengapa aku sangat menyukai membaca. Tapi novel dan puisi telah menjadi segalanya untukku sejak aku masih SD. Banyak orang bertanya-tanya mengapa aku belum mempunyai pacar padahal mereka bilang aku cantik, bahkan yang paling cantik di daerahku setelah tahun ini aku dinobatkan sebagai Putri Bohemia 2010. Dan mereka selalu kujawab “entahlah, mungkin memang belum ketemu yang pas”.
Hari ini, Senin 11 Agustus 2010 aku pergi ke sekolah seperti biasa. aku bangun lebih awal dari biasanya. Aku begitu antusias karena ada guru baru dari Indonesia. Sebenarnya aku tidak pernah mendengar sebuah negara bernama Indonesia, tetapi tampaknya Negara tersebut sangat menarik untukku karena guru baru itu akan mengajar pelajaran favoritku, Pengantar Kajian Puisi.
Pagi itu bel berbunyi begitu keras, menunjukkan bahwa pelajaran akan segera dimulai. Aku terburu-buru pergi masuk ke kelas karena aku tahu bahwa aku hampir datang terlambat untuk jam pelajaran pertama. Tapi aku kira itu tidak apa-apa karena aku pernah mendengar tentang budaya Indonesia, terlambat adalah sesuatu yang umum di sana, dan aku sebenarnya sedikit terkejut mengenai rumor tersebut. Untungnya, setelah terlambat selama lima menit, aku membuka pintu dan menemukan pak Darwin, guru puisi yang akan pindah sedang berdiri di depan kelas.
 "maaf pak,
saya datang terlambat"
pak Darwin menatapku lalu tersenyum.
"Sudahlah,
kembali ke tempat dudukmu" katanya.
aku menuju ke tempat dudukku dan menenangkan nafas yang masih ngos-ngosan. Aku lalu membuka r
esleting tas pink dan mengambil buku catatan dan buku pelajaran. Aku membuka buku pelajaran puisi di halaman 35.
Tiba-tiba pintu terbuka, seorang laki-laki berumur sekitar 25 tahunan masuk, Dia memperkenalkan dirinya di depan kelas sebagai guru baru yang akan menggantikan pak Darwin, ia mengatakan bahwa namanya adalah pak Drajad
Priambodo, nama khas Indonesia yang terdengar aneh di telinga aku. Aku tidak tahu kenapa, tapi saat kutatap matanya, waktu seakan beku (mungkin). Aku bisa menggambarkannya sebagai orang yang tidak menarik tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang membuatnya begitu istimewa. Dia tidak terlalu tinggi sebenarnya, aku bisa mengatakan hal itu karena tinggiku sekitar 178 dan aku pikir dia hanya 170. Dia memiliki kulit gelap, berkumis tebal dan hidungnya agak pesek, oh tuhanku, ia seperti datang dari planet lain (ku pikir waktu itu), tetapi senyumnya yang begitu indah dan menawan mampu menghipnotis siapa saja yang melihatnya termasuk siswa-siswi seisi kelas. Suasana beku yang aku rasakan mulai mencair saat ia memulai pelajaran puisi pagi itu. Dia membaca kutipan puisi dari "lagu cinta J. Alfred Prufrock".

“Let us go then, you and I
When the evening is spread out against the sky
Like a patient etherized upon the table;”

"Oke, silakan ulangi puisi yang
saya baca" kata guru tersebut

“Let us go then, you and I
When the evening is spread out against the sky
Like a patient etherized upon the table;” ulang seisi kelas.

"Baiklah, bagus, tapi kalian semua harus mengisi perasaan puisi ini dengan penuh rasa cinta, ini adalah lagu cinta dari J. Alfred Prufrock, ingat?!" Kata guru itu.
Kami mengulangi puisi itu, dan tidak satupun yang ingin kulihat dengan liar kecuali matanya. Aku tidak ingin melewatkan kesempatan itu. Semua yang ingin aku amati adalah
roman mukanya, senyumnya, gerak gerik tubuhnya, oh semuanya. Kemudian ternyata kusadari bahwa hatiku berdebar terus dan terus lagi, semakin kencang dan kencang lagi.
Astaga, apakah ini cinta pada pandangan pertama
Tuhan?
Namaku Narayan Tagore dan sekarang aku berpikir bahwa aku telah jatuh cinta dengan guruku sendiri. Seminggu setelah pengenalan guru baru, aku berpikir itu adalah minggu yang sangat indah. Aku ingat bahwa akhirnya hari ini adalah hari Sabtu dan merupakan hari libur. Terima kasih
Tuhan ini adalah hari Sabtu. Hari dimana status menjadi pelajar kuletakkan sejenak dan bisa menjadi Narayan Tagore, si gadis biasa yang juga berhak untuk hidup untuk masa remajanya selain berpikir tentang sekolah. Namun, agaknya hari Sabtu ini aku benar-benar malas untuk pergi ke manapun. Aku hanya ingin menikmati hidup, meski hanya berguling-guling dan berdiam diri di rumah.
Sabtu pagi itu aku baru saja selesai sarapan dan membaca 'Harian Bohemia', menghirup secangkir kopi susu favoritku saat ponselku mulai menari dan bernyanyi di meja makan di mana ia berbaring, aku pikir itu hanya sms yang masuk tapi ternyata itu adalah sebuah panggilan dari nomor yang tidak kukenal. Aku tidak tahu siapa yang meneleponku, dan kemudian aku angkat saja telepon itu.
"Halo, Nara di
sini" kataku.
"Halo" jawab seseorang, itu adalah suara seorang laki-laki,
Tiga detik kemudian, seorang pria misterius di seberang sana yang memanggilku hanya diam.
orang tersebut diam cukup lama sampai aku memutuskan untuk
angkat bicara.
"Halo, siapa ini?" kataku
"...."
"Hal
loooo" teriakku
"Halo, apakah ini benar-benar Nara" kata ia
"Ya" jawabku
"Ini adalah pak Drajad, Nara" katanya
Ya Tuhan pak Drajad, mengapa dia meneleponku dan bagaimana ia bisa mendapatkan nomorku? Jantungku berdetak begitu cepat dan otakku mengajukan banyak pertanyaan untuk diriku, tetapi aku tidak tahu jawabannya
dan imajinasiku kembali ke dunia nyata, aku melanjutkan menjawab telponnya.
"Ya, pak, ada yang bisa
saya bantu?"
"Ya, bisakah kita bertemu sore ini di plaza de café?"
"Apakah ada sesuatu yang penting pak?" tanyaku
"Ya, tapi kita bisa membicarakan
hal itu kemudian, ketika kita bertemu nanti, oke? aku akan menunggumu pada jam 1 siang nanti, terima kasih "katanya
"Tapi pak?" jawabku, kemudian tuut tuut tuut, panggilan terputus.
Oh sial, aku bersumpah dalam hati. Aku benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja terjadi padaku. Rasanya seperti mimpi atau aku
memang bermimpi?! Hatiku jadi bingung, bahagia, gemetar, dan seperti segala sesuatu yang kurasakan menjadi satu campuran. Bahkan hatiku ingin menjerit pada waktu itu (tentu saja karena senang). berharap ini benar-benar nyata.
aku meletakkan teleponku kembali ke meja
makan dan terus melanjutkan membaca 'Harian Bohemia'. Saat itu pukul 07.30 pagi dan aku merasa sangat bahagia. Setelah membaca koran, aku pergi ke kamarku di lantai dua. Aku mulai mempersiapkan diri aku untuk bertemu pak Drajad. Aku mandi selama satu jam dan kemudian berdandan dengan baju terbaik yang ku miliki. Ketika aku selesai berdandan, jam di kamar menyatakan pukul 12:00 siang. Aku langsung pergi ke garasi dan menyiapkan motor skuter.
aku tiba di plaza de café tepat waktu tetapi aku belum melihat pak Drajad. Aku
menggumam bahwa aku datang terlalu cepat dan kenapa aku yang harus menunggu pak guru?! Bukankah baiknya pak guru yang menungguku?! Secara aku perempuan dan ia lelaki. Sibuk dengan pikiranku sendiri, tiba-tiba sepuluh menit kemudian dia datang.
"Hei Nara" pak Drajad tiba-tiba menyapaku dari belakang kursi, aku
berbalik dan menjawab salam nya, "Hei pak".
Dia berjalan menuju kursi di depanku dan ketika ia berjalan aku bisa melihat wujud
nya, sebenar-benarnya dan sejelas-jelasnya. Dia adalah makhluk tampan yang pernah dibuat (pikirku). Dia mengenakan kemeja biru dan sangat rapi. Dia juga mengenakan parfum dari Indonesia, entah apa merknya. Dia begitu sempurna hari ini dan senyumnya membuat hatiku begitu berdebar-debar. aku tidak bisa mengalihkan pandangan darinya. Suatu perasaan aneh sudah menguasaiku ketika dia mengikutiku dengan mata hitamnya yang besar. pak Drajad menjelaskan sesuatu dan aku mengangguk tanpa memahami sesuatupun. Hatiku, aku tidak bisa merasakannya lagi, seperti telah dicuri oleh dewa dengan mata hitam, representasi dari dia. pak Drajad menjelaskan sesuatu lagi dan aku terkejut, benar-benar terkejut. pak Drajad memberitahu bahwa ia jatuh cinta denganku dari pertama kali dia melihatku. Dia mengatakan bahwa dia benar-benar percaya pada cinta pada pandangan pertama sehingga setelah mengajarku di kelas, ia bertanya pada pak Darwin tentang arsip siswa sehingga ia dapat menemukan semua informasi tentangku. Dia mengatakan bahwa dia seperti orang gila mencari dataku.
Astaga, apakah itu benar? Ini adalah saat yang indah yang pernah ku alami sepanjang hidup. Dan kemudian setelah dia selesai berbicara, ia bertanya apakah aku ingin menerima cintanya atau tidak.
aku menatapnya dan berkata
: "apakah semua yang bapak katakan benar-benar jujur pak?"
"Ya" jawabnya.
Ketika ia berkata demikian, hatiku berdebar begitu cepat seperti seorang atlet lari dalam perlombaan dan ingin menang. Bahkan, aku tidak bisa menyembunyikan wajahku yang mengatakan kepadanya "ya, aku ingin menjadi
pacar bapak”. aku merasa sangat malu dengan perilakuku di depan pak Drajad seperti itu, seperti bahwa aku perempuan yang tidak baik, perempuan yang tidak memiliki cinta sehingga harus menerima cinta dari gurunya sendiri. Selain itu, wajahku terbakar oleh rasa malu dan menjadi merah seperti kepiting rebus (tidaaak).
Saat aku masih diam, dia juga diam seribu bahasa. Ini seperti kita tenggelam dalam pikiran kita masing-masing.
aku menatapnya lagi, mencari kebenaran yang bisa kulihat
dan kutangkap. Aku tidak tahu mengapa tapi aku sudah membuat keputusan besar dalam hidupku, aku ingin menerima perasaannya padaku. Meskipun, aku benar-benar tahu bahwa kami baru bertemu selama seminggu, itu berarti tujuh hari, itu berarti 168 jam, itu berarti 10.080 menit, itu berarti 604.800 detik tapi hatiku mantap untuk memberikannya jawaban sekarang.
aku menatapnya sekali lagi, melepaskan napas dalam-dalam dan memberinya senyum terbaik yang pernah kumiliki. Tiba-tiba setelah aku tersenyum ke arahnya, dia memelukku erat sesaat dan berkata.
"Terima kasih untuk percaya padaku dan terima kasih untuk menerima cintaku"
"sama-sama pak" jawabku malu-malu
"Jangan panggil aku Pak, aku kan suami masa depanmu. Di kelas kamu adalah muridku tetapi di luar kelas, kamu adalah calon istriku, kamu mengerti?" kata dia
"Ya" kataku.
Namaku Narayan Tagore dan sekarang pekerjaanku adalah istri pak Drajad Priambodo, guruku sendiri ketika aku masih di sekolah menengah. aku tidak pernah menyesal tentang semua yang terjadi dalam hidupku termasuk perihal aku jatuh cinta pada pandangan pertama dengan guruku sendiri. Menurut pendapatku, cinta adalah hal yang baik. Meskipun menyapa ketika kita belum siap, tapi cinta selalu bisa menunggu sampai kita siap. Cinta akan datang di waktu yang tepat dan di tempat yang tepat. Jadi jangan menolak cinta yang sudah menyapamu hari ini ya.

Kamis, 13 November 2014

Pertengkaran Dua (2) Renta

Renta 1: Menjabarkan rencana hari itu,
Renta 2: Mukanya menghitam, mendadak kesal.
Renta 1: Menyusun rencana berdasar apa-apa yang dia mau, tanpa menimbang ini itu.
Renta 2: Terlalu kalkulatif dan perasa, dia hanya bisa kesal (tanpa tahu bagaimana bilang keberatannya pada Renta 1)
Renta 1 dan Renta 2 bertengkar dalam diam. saling acuh, saling tuduh.
Padahal akar kesal hanya masalah keberatan. ketidaksetujuan. ketidaksamaan apa yang diinginkan dan dilakukan.
Renta 1 dan Renta 2 saling mengeras, hampir menjadi batu. hampir memburai jika disandingkan.
Ah.. pertengkaran 2 Renta itu.
Membuat sedih dan tak enak hati.
Ingin hati mendamaikan, ingin hati membuat mereka akur. ah entahlah..!
Pertengkaran 2 Renta itu. semoga cepat padam dan usai.
Ah.. doaku kukirim pada 2 Renta itu.


Kamis. 31.7.2014.578.2G.

Jumat, 23 Mei 2014

Perpisahan di Bulan Januari



Virusvirus radang tenggorokan menerjangku, aku terbaring, lemah, tak berdaya.
Pijatan adik perempuanku belum bisa mengurangi rasa sakit itu. Aku hanya bisa merebahkan diri, tidur, menutup mata. Panas tubuhku semakin tinggi, aku menggigil.
Pagi hari, guyuran air dingin membilas tubuhku yang panas. Aku ingin roboh, tapi tekad membuatku kuat.
Pagi itu, aku harus menjalani ritual perpisahan, di bulan Januari.
Berpisah dari mamakku, kakakku, dan adik-adikku.
Perpisahan ini memang sudah harus terjadi, karena setelah itu, suatu saat aku pasti akan kembali.
Kaki melangkah gontai sambil menyeret satu koper besar seberat tiga puluh kilogram.
Aku menggigit bibir menaikkannya ke alat timbang bandara.
Yah, itu. Aku harus menjalani perpisahan di bulan Januari.
Tak apa berpisah, nanti juga akan bertemu lagi.
Sampai sekarang, perpisahan di bulan Januari masih terasa, ini seperti kejadian kemarin sore yang menempel di pelupuk mata.
Tumbukan tubuhku dan mamakku ketika berangkulan dan diam sejenak beberapa saat lalu melepasku pergi, hangatnya masih menempel, di kulit gaun hitam putih kesayanganku.
Sentuhan dan lambaian tangan kakak dan adik-adikku masih membekas di telapak tanganku.
Kerinduan akan kampung halamankupun belum tumbuh sejengkalpun.
Perpisahan di bulan Januari, seperti mimipi sepintas lalu.
Ah.. perpisahan di bulan Januari yang indah itu.


Studentski Grad,  Kamar 578 Blok 2G

28 Januari 2014

Kamis, 21 November 2013

Puasa di Negeri Petenis Novak Djokovic


Sampai di negeri antah berantah bernama Serbia 6 bulan lalu , negeri tempat petenis terkenal Novak Djokovic berasal, tak terasa sekarang sudah memasuki bulan ramadhan. Jadi mau tak mau aku harus menjalankannya di negeri Serbia ini, ini juga merupakan pengalaman pertamaku menjalankan ibadah puasa di negeri orang.
Puasa pertamaku kemarin berlangsung pada hari selasa tanggal 9 juli 2013. Melihat jadwal resmi dari komunitas islam di Serbia, aku sempat geleng-geleng kepala karena imsaknya pukul 2.30 dini hari dan maghribnya pukul 08.30 malam. Agak ngeri juga membayangkan puasa selama itu, apalagi bulan ramadhan ini bertepatan dengan musim panas di Serbia. Namun, mau tak mau sebagai muslim aku harus menjalankannya.
Di puasa pertamaku, aku sahur pukul 1 dini hari. Pihak hotel dimana semua mahasiswa yang mendapat beasiswa program “world in Serbia” telah menyiapkan bekal sahur berupa sendwich raksasa. Ini roti sendwichnya gede banget, dan di dalamnya berisi ham dan keju, tidak ada mayones atau saus sama sekali. Untungnya, sebagai mahasiswa Indonesia, saus abc pedas selalu siap tersedia.
Di serbia yang kita bisa menyebutnya negara kecil di daerah balkan, mendapat bahan-bahan makanan favorit orang indonesia tergolong gampang. Saus abc, kecap abc dan indomie ada di supermarket-supermarket terdekat. Sayur-sayuran, tahu dan rempah-rempah pun bisa kita peroleh dengan mudah di pasar-pasar Cina di daerah Novi Beograd. Restoran Indonesia pun ada 1 di daerah Slavija, tidak jauh dari pusat kota yang eksis di jalan Njegoseva no. 11. Jadi, menjadi mahasiswa Indonesia di Serbia tergolong menyenangkan, kalau lagi ingin makan makanan Indonesia bisa masak sendiri dengan menginvasi dapur teman atau langsung loncat ke restoran Indonesia tersebut.
Setelah menggigit sendwich raksasa pelan-pelan, sebelum pukul setengah 3 aku sudah menggosok gigiku. Aku tidak langsung tidur karena menunggu shalat subuh. Selesai waktu imsak, masuk waktu shalat subuh aku langsung shalat dan tidur.
Aku bangun pukul 9 atau 10, dengan hawa yang sangat gerah dan panas, aku mengisi waktuku dengan belajar. Tanggal 19 juli nanti akan ada ujian bahasa Serbia, jadi meski lemas aku memaksakan diriku membaca dan belajar. Belajar samapi pukul 1 siang, shalat dan biasanya tidur lagi. Bangun jam 5 atau 6, shalat ashar dan mandi.
Hari pertama buka puasa, aku pergi ke restoran Indonesia dengan teman-teman Indonesia yang lain, ada mba sabriana, mas adi, mas wili dan martin. Biasanya di restoran Indonesia, kami bertemu mba Ariana dan mba kristi, staf KBRI yang juga ingin buka puasa disana. Buka puasa pertama di Serbia berlangsung pada pukul 8.30 malam.
Sambil menunggu buka puasa, kami mengobrol tentang perkembangan bahasa serbia kami. Kebetulan teman mas adi yang bernama Dragan dan Mihailo adalah orang Serbia, maka kami bisa mendapat seksi belajar bicara atau mendengar bahasa serbia.
Masuk waktu buka puasa, mas Agus, Chef di restoran Indonesia memberikan appetizer berupa kolak. Dan makanan utama sudah kami pesan sesuai selera masing-masing. Saat itu, aku memesan ayam bakar dan gado-gado, dengan tambahan appetizer lumpia goreng dan segelas teh hangat. Jadi, aku merasa puasa di Indonesia ataupun di Serbia sama saja, memang yang berbeda adalah rentang waktu puasanya. Namun, jika kita menjalaninya dengan ikhlas dan sabar, waktu seperti terbang dan tahu-tahu waktu buka puasa sudah di depan mata.
Selain rentang puasa yang panjang, paling tidak 18 jam puasa. Puasa di Serbia agak berat karena pihak hotel dimana aku tinggal hanya memberi sendwich raksasa untuk buka maupun sahur, jadi pada awal-awal puasa, mahasiswa Indonesia kerap ngabuburit di restoran Indonesia maupun ditempat lain dan ini berarti kami harus merogoh kocek yang agak lumayan. Meski begitu, undangan-undangan buka puasa dari keluarga Indonesia di Serbia ataupun dari KBRI akan banyak berdatangan dan ini sangat membantu. Begitu.


Kamis, 08 Agustus 2013

Di Sela-Sela Pikiran

Kadang pikiran dan hatimu akan mengingat wajah orang yang kamu berusaha untuk tidak mengingatnya atau kamu sedang menghindarinya untuk sekedar mengingatnya lewat di sela-sela pikiranmu. Wajah itu menyembul kapanpun dan dimanapun kamu berada. Bahkan kamu mulai menanyai dirimu sendiri, kenapa wajah itu selalu hadir. Kamu sungguh ingin lari darinya. Namun wajah itu bergerak secepat cahaya, mengalahkan kedipan mata. Kehadiran wajah itu semakin menggumpal dalam pikiran dan hatimu, tapi kamu tidak bisa berbuat apapun atau mengeluarkannya. Wajah itu sudah terlanjur mengeras dalam ingatan dan hatimu. Kamu hanya bisa mengiris kecil-kecil wajah itu, berharap gumpalan itu tidak semakin membesar dan memerihkan pikiran dan hatimu.
Kalau dipikir, baru pertama kali aku merasa seperti ini. Keadaan jalan buntu. Keadaan dimana aku memang pasrah. Berharap ini akan menjadi lebih baik meski aku tidak berbuat apapun untuk hal tersebut.
Teman-temanku bahkan menghujaniku dengan pikiran-pikiran untuk melupakannya. Melupakan wajah itu. Tapi hasilnya nol besar. Entahlah. Mungkin aku hanya perlu mendiamkannya. Berharap wajah itu akan meloncat keluar dari sela-sela pikiranku. Tapi sepertinya itu tidak mudah. Atau aku hanya perlu pura-pura tidak mengetahui wajah itu ada disana. Entahlah. Semua kemungkinan menjadi sangat buram.
Sehingga, aku perlu menarik napas berkali-kali. Mengurangi rasa sakit dan perih akibat kehadiran wajah itu. Wajah anonim yang menjajah sela-sela pikiranku. Entahlah. Wajah itu dan diriku sendiri, aku merasa semakin absurd. Bahkan ketikan jariku yang melenggang, meloncat-loncat dari alfabet satu ke alfabet yang lain di atas keyboard sudah terlihat lesu dan lemah.
Namun, ada baiknya aku sudah menulis ini. Catatan yang selalu absurd bahkan untuk diriku sendiri. Aku merasa selalu lega setelah menyelesaikan dan menuntaskannya. Seperti meminum air es setelah berlari dibawah panas sinar matahari yang terik. Membuat catatan ini bisa mengeluarkan racun tumor-tumor pikiran yang mencuat di sela-sela pikiranku itu. Begitu melegakan. Dan agaknya, aku bisa bernafas normal dan berjalan lenggang untuk beberapa hari kedepan. Ya, untuk beberapa hari kedepan. Aku tidak akan pernah tahu apa wajah itu akan pergi dengan sendirinya setelah aku menulis catatan ini atau akan tetap berdiam disana. Menunggu untuk menggangguku lagi. Kapanpun dan dimanapun.


Avala.9.8.2013.