Kamis, 23 Mei 2013

Menjadi Orang Lain...


Sudah hampir pukul satu pagi, namun tampaknya mata ini tak mau terpejam juga. Apa ini gara-gara cappuchino yang kuminum setelah makan siang tadi? Apa cappuchino gratis itu punya efek ganda yang bisa membuatku tidak tidur sampai sekarang? Padahal.. mengantuk setelah makan siang adalah hobi baruku di Serbia. Mataku selalu lengket dengan otomatis setelah makan siang, seperti ada alarm tidur yang terpasang. Sehingga kebanyakan jam setelah makan siang menjadi waktu tidurku, apalagi setelah tidak ada kelas bahasa serbia sore hari. Namun, hari ini nampaknya hari yang aneh bagiku. Seseorang yang dengan mudahnya memejamkan mata setelah makan siang, masih segar saja sampai jam segini.  Ada apa ini? Apa mungkin diriku sekarang bukan diriku yang semestinya? Aku agak sedikit curiga.. apa aku sekarang adalah orang lain? Orang yang benar-benar berbeda daripada aku sebelumnya. Umm.. Aaa.. entahlah. Tapi.. ide menjadi orang lain tampaknya tidak buruk sama sekali. Menjadi orang lain adalah sesuatu yang mungkin akan mengasyikkan. Seperti aktor atau artis di boks televisi itu. Mereka dengan mudahnya menjadi orang lain setelah membaca skript dan diarahkan oleh sutradara. Apa aku menjadi seperti mereka saja? Menjadi orang lain? Menjadi tidak diriku sendiri? Ah entahlah. Aku pikir.. pikiran-pikiran aneh sedang menginvasi diriku saat ini. Kenapa aku tiba-tiba berpikir menjadi orang lain? Apa sebenarnya aku tidak puas dengan diriku sendiri? Apakah itu sebab pastinya? Aaarrggh. Entahlah. Kepalaku seperti dirambati pohon-pohon pertanyaan yang tiada habisnya. Kenapa pikiranku saat ini penuh dengan pertanyaan? Dan ada highlight yang tercetak besar dalam otakku: “menjadi orang lain”. Pikiran ini agaknya tidak mau pergi juga. Tapi reaksi hati sebaliknya malah tergoda dengan pikiran itu. Ahh menjadi orang lain ya? Kayaknya bisa deh.. umm, kayaknya ga bisa. Ahh entahlah.
Saat-saat seperti ini, yang aku menyebutnya pikiranku dalam keadaan kritis. Biasanya aku membutuhkan seorang cahaya, sebuah dian yang sudah kusahabati lebih dari 5 tahun itu. Aku tidak tahu tepatnya lama persahabatan kita, namun berbicara dengan seorang dian akan membuatku sedikit lega. Dia selalu memberi jawaban-jawaban akurat meski pertanyaanku belum terlontar. Bukankah itu ajaib? Ya benar, itu ajaib sekali. Sahabatku, seorang cahaya, seorang dian telah bermetamorfosa, menjadi banyak orang lain dan aku menjadi saksi mata hidupnya. Kadang, aku selalu tergoda untuk berubah juga. Tapi apa nanti itu akan baik efeknya? Bagiku? Bagimu? Baginya? Bagi mereka? Bagi kami? Bagi kalian? Arrggh, entahlah. Kadang, menjadi orang lain seperti sebuah opsi yang bisa kupencet dengan mudahnya, sewaktu-waktu aku mau. Kupikir, menjadi orang lain tidak sesulit berperang, tidak sesulit melawak di depan pemirsa, tidak sesulit mengerjakan soal ujian negara, tidak sesulit apa yang terlihat sulit. Yah kupikir begitu. Tapi agaknya, menanti seorang dian yang telah kusahabati lama itu di jam-jam sekian akan sia juga. Dia pasti sedang bergumul dengan suaminya yang penyair itu, bercakap tentang filsafat dan semesta. Yah, aku mafhum. Bukankah semua orang berubah. Termasuk seorang dian yang kusahabati lebih dari 5 tahun itu. Tapi tak apalah.. kalau hidup dan semesta tak berubah, mungkin dunia ini akan jadi film horor bagiku. Ini tentu tidak baik. Aku ikhlaskan saja perubahan-perubahan itu bergulir, bagaimana? Bukankah itu ide yang tidak buruk? Apalagi ide menjadi orang lain? Huh?
Tapi, namun, jika.. ketika aku besok bangun dengan identitas bukan diriku, apa aku akan bahagia? Ya.. apa aku akan bahagia? Entahlah. Nampaknya, menjadi orang lainpun tidak menjanjikan kehidupan yang bahagia. Namun kenapa, detik ini pikiranku tiba-tiba kearah sana, kearah menjadi orang lain. Apa aku perlu mencobanya sekali saja? Supaya aku tahu dampak menjadi diri sendiri dan orang lain? Aargh.. entahlah. Mungkin aku hanya perlu mengambil jeda dengan diriku sendiri, kamu, kalian, dia, mereka dan kita. Jeda memberi tarikan nafas yang bisa menjadi jembatan antara aku dan keinginan menjadi orang lain. Arrgh, entahlah. Sudahlah. Begitu saja mungkin.
Pagi, tanpa terasa sudah berdiri di depanku. Mengangguk marah karena mataku belum terpejam juga. Aku bilang saja, aku akan tidur setelahnya. That’s it. That’s all. Fine. Ok. Algesimida. Wakatta. Uredu. Sampai Jumpa.

Avala. 24. 5. 2013. 

Jumat, 10 Mei 2013

LAKI-LAKI BERMATA SENDU

Teruntuk Mas Pungky Catur Widiantoro


Aku duduk bersila di hadapan laki-laki bermata sendu. Laki-laki itu malah duduk merebah seakan daya hidupnya telah muspra ditelan monster jahat dari planet asing. Aku tidak tahu kenapa, namun mata laki-laki itu sangatlah sendu, seakan menyeret mataku yang penuh kegembiraan mendapat gaji pertama hanyut ditelan angin kencang.
Lama kumemandang, mata laki-laki itu tetap sendu. Kesenduannya menguar bak mercon yang dinyalakan pada malam tahun baru. Aku gelisah dan bertanya-tanya, kenapa sebenarnya lelaki itu? Ada pikiran apa saja didalam otaknya? Apakah dia baru saja mendapat musibah? Apakah hewan kesayangannya mati kena diare yang sedang mewabah?
Aaaarggh.. sungguh, banyak pertanyaan bersembulan didalam benakku. Aku tak tahan lagi dan mencoba memberanikan diri menanyainya. Kudekati laki-laki bermata sendu itu dan kubertanya padanya.
30 menit aku mengobrol dengan lelaki bermata sendu itu. Kesenduannya menyetrum kepadaku. Kisah hidupnya yang diceritakannya padaku laiknya dongeng naskah kuna yang tak kupercaya terjadi di alam nyata. Air mataku yang tlah lama kubendung pun jatuh berhamburan, tak keruan.
Laki-laki bermata sendu itu bercerita, dia dibesarkan di lereng pegunungan nan indah. Dan suatu hari muncullah seorang perempuan cantik, molek nan montok, dia bernama dadidud. Mereka merajut kasih seperti sepatu dengan lemnya, benang dengan jarumnya, udang dengan batunya, kaki dengan sendalnya. Cinta tak terpisahkan selama kurun waktu 7 tahun.
Pada hari Senin Kliwon, laki-laki bermata sendu itu belajar membaca dan menulis, sedang si perempuan cantik bernama dadidud itu sibuk menari tari Bali yang sangat eksotis. Saking eksotisnya, ada pangeran dari negeri jauh marantau terpincut dengan tarian dadidud. Lalu diculiklah dadidud kenegerinya, meninggalkan laki-laki bermata sendu itu sendiri. Mengelana ribuan tahun hanya untuk mencari dadidud.
Kini setelah 2000 tahun mengelana. Laki-laki itu menjadi buta, terdampar di negeri elok bernama Surakarta. Perbedaan waktu dan ruang membuat matanya yang buta menjadi super sendu. Dia selalu menyalahkan dirinya kenapa tidak menjaga dadidud dengan baik, cinta sesuai dengan ramalan dewata harus selalu berakhir bahagia. Namun cinta yang membara ini, menjadi padam dan menjadi kesenduan abadi.
Kesenduan abadi yang tersimpan di mata laki-laki itu. Yang menyeret sekelilingnya menjadi sendu. Aku ingin memutus tali kesenduannya itu dengan memohon kepada tuhan yang maha esa, agar pengelanaan laki-laki itu segera berakhir dan dia akan dipertemukan dengan perempuan cantik lain, yang dapat mengisi kekosongan hatinya. Melumurinya dengan cinta yang murni bak susu sapi murni dari Boyolali. Amin!

Solo. 7.11.2012. 

Kamis, 09 Mei 2013

Kepada Kamu:


Tahukah kamu? Aku terbangun pagipagi buta hanya untuk tibatiba teringat padamu, diatas tuhanku. Aku membuang jauhjauh pikiranku tentangmu. Tapi pikiran itu seperti psikopat yang membuntutiku. Aku takut. Kenapa kamu menguasaiku, bahkan saat aku bangun. Kamu merampok fokus eksistansi tubuh dan pikiranku. Padahal kamu hanya sekedar imaji saja. Imaji-imaji yang beterbangan memenuhi isi kepalaku. Emosiku bercampur. Aku senang, sedih, marah, rindu. Mengapa hanya kamu yang terbayang? Bukankah idealnya aku membayangkan dan memikirkan mamaku, kakakku, adikadikku, kakak iparku dan keponakanku yang baru lahir. Tapi kenapa hanya kamu? Aku tutup pikiranku seperti aku menutup tubuhku dengan selimut. Aku berguling kesana kemari. Berusaha menghentikan laju pikirku yang semakin deras akan dirimu. Aku bahkan berpikir bahwa aku sudah gila. Mantramantra pemusnah pikiran sudah kuucap ribuan kali, tapi imajimu tetap disana.
Tahukah kamu? Setelah serangan imajimu bertubi-tubi meneror pikiranku. Aku sekarang pasrah. Aku menyerahkan jiwa dan pikiranku padamu. Kalau tidak cukup, tubuhku boleh kau ambil. Aku akan rela menjadi hambamu.
Tahukah kamu? Aku ingin merogoh isi kepalamu dan melihatnya. Aku ingin tahu, apakah kamu memikirkanku secuil saja? Iya, secuil saja. Aku tidak meminta banyak. Aku mafhum. Kamu adalah sosok terindah dan termengerikan yang pernah kukenal. Kenapa tak kau lukai saja aku dengan katakata kasar atau bendabenda tumpul yang sering digunakan penjahatpenjahat itu? Bukankah itu lebih mudah. Aku akan segera bisa menghapusmu dalam diriku (mungkin). Pikiranku akan punya banyak alasan untuk menghapus namamu, meski pikiran tentangmu hanya sekedar melintas, tak sampai duduk dan menyapa.
Sungguh.. tahukah kamu? Aku sepertinya telah menjadi gila karena kamu. Kamu harus bertanggung jawab! Seandainya aku bisa mengatakan dengan lantang padamu. Ya, kamu harus bertanggung jawab atas kegilaanku! Kegilaanku karena kamu, karena kamu memenuhiku. Sekarang, aku bahkan bisa merasakan perasaan Eng Tay, perasaan mencintai namun hanya bisa melihat dari jauh. Hanya bisa tersenyum meski saat itu jiwaku bahkan sudah melompat memelukmu erat.
Tahukah kamu? Sekarang aku harus bersimpuh pada tuhanku karena menomorduakannya setelahmu. Apa kamu puas? Eksistensimu mengobrakabrik tatanan jiwaku yang sudah mapan, bahkan pada tuhanku. Aku ingin saja bersikap brutal. Membeberkan semua fakta tentangmu didalam isi kepalaku dan mengakhiri semuanya. Tapi apakah itu cukup? Bukankah faktafakta kadang terlihat bohong. Apa aku harus memintamu membelah hatiku? Sehingga kamu bisa yakin bahwa faktafakta yang kubeberkan semua adalah benar. Ahhh.. entahlah.
Kamu.. iya kamu! Pada akhirnya aku tidak bisa berbuat apapun tentangmu. Aku hanya bisa memandangmu. Dan hanya dengan itu, duniaku terasa damai. Apa kamu titisan nirwana? Hingga kedamaian bisa menelikungku hanya dengan memandangmu. Tapi entahlah dan sudahlah.. teriakan jiwaku nanti pada akhirnya akan menjangkaumu. Cepat atau lambat. Dan ketika kamu sudah mendengarnya, kuharap warna hati kita sama. Dan tuhan mengijinkan kita untuk menyatukannya. Hanya itu, iya hanya itu! Itu sudah teramat cukup bagiku.

Avala. 10.5.2013.

Selasa, 07 Mei 2013

Hujan dalam Gelap Malam


Pagi merambat siang dan sampailah pada malam. Malam mulai menyahut pada si borjuis bulan dan matahari yang tergantung pada tempat yang tinggi, memprotes mengapa ia hanya menjadi latar belakang bagi mereka? Lalu malam melihat Tuhan sedang duduk membaca koran.. malam mendekat dan mencurahkan segala keluh kesah, duka cita menjadi hanya sebuah latar bagi makhluk lain. Singkat kata, malam ingin menjadi pemeran utama dalam drama tuhan. Malampun mulai mengiba, menciumi kaki tuhan bahkan menjilatinya. Mengusapusap sepatu tuhan, membersihkannya dari kotorankotoran syaitan yang jatuh disana. Mempolespolesnya dengan cairan pengilat sepatu buatan manusia. Namun, tetap. Tuhan tak bergeming. Tak melihat malam sama sekali. Tuhan acuh dan kaku.
Malam mulai mengambek, dia pergi pada kekasihnya, si hujan. Menceritakan apaapa yang dia lakukan. Lalu mengajak hujan membuat siasat untuk menjadi peran utama bagi dia dan kekasihnya. Si hujan lalu menyuruh adiknya si petir marah dan menggoyanggoyangkan bumi manusia, dan hujan menangis dengan khusyuknya hingga air tumpah ruah tak kepalang tunggang langgang  dan malampun senang karena ia memberi efek dramatis. Ia akhirnya gembira juga, mimpinya kesampaian. Ia ingin menjadi peran utama dalam drama hidup manusia. Dan itu menjadi nyata.
Si petir, adik angkat jauh si hujan membikin drama itu makin sempurna. Dia menghantam tiangtiang listrik manusia hingga aliran listrik mandeg. Dan hanya malam yang menyelimuti dunia manusia. Bersama hujan kekasihnya, malampun hidup bahagia. Mimpinya kesampaian. Hujan dalam gelap malam.

Avala.7.5.2013.

Senin, 06 Mei 2013

Senja di Jakarta

Angin berlari, daun menari
Gedung bertingkat berdiri sombong
Sampahsampah berbaris rapi
Burung pipit memahat awan di atas sana
Ibunya belum menyuruh pulang
Matamata tandon air menerawang
Menangisi anaknya yang hilang
Tapi, bulan di atas sana tetap saja diam
Tak bergeming, tak beremosi
Bulan hanya diam.

Jakarta.3.6.2012.

ManusiaManusiaPekerja

RiwayatDiriMenjadiModalDalamStopmapCoklat. RentetanDataBerbarisRapiDiatasKertasA4. FotoFotoDiriYangBerwarnaDibuatTersenyumDanBahagia. IniPertunjukanAtauApaBatinku. BanyakOrangBerkerumun, BerbajuRapi, NamunMataMerekaMenerawang. MataMataYangMemantulkanHarapan, Cemas, Waspada, TakAcuhDanApaAdanya. AkuMerasaSyahduMelihatMataMataItu, MataItuSeakanMengajakkuUntukIkutJuga, BergabungDalamSelebrasiMencariKerja, DanMenjadiManusiaPekerja. ArusAjakanItuSemakinKuatDanAkuTakBisaMengelak, AkuPunTenggelamDidalamnya. AkuTakSadarkanDiri... AkuTerhanyutDanTerhempas, MenjadiManusiaPekerja.

Solo.22.5.2012

Aku dan Lelaki Putihku

Malam hari kita ber-sms-an, kita sepakat pergi ke pasar Gedhe esok harinya. Pagi telah tiba, aku bersiap-siap, dandan yang cantik dan menunggu kedatanganmu di teras kostku. Sebenarnya... Aku sudah mengkhayalkan apa-apa yang akan kita lakukan di pasar Gedhe dan semoga itu menjadi nyata. Lima menit kemudian, lelaki putihku mengetuk pintu, aku keluar dengan senyum gembira dan kita berangkat dengan tangan bertautan.
Kita sampai. Lelaki putihku berbisik kalau kita akan membeli calon anak kami. Aku kaget. Aku ternganga. Membeli calon anak tidak ada dalam agendaku yang berbunga-bunga. Aku diam. Aku berjalan menurut saja dengan lelaki putihku.
Aku dan lelaki putihku berjalan beriringan didalam pasar Gedhe. Melihat-lihat calon anak yang akan kita beli. Ada yang hidup, ada yang mati, ada yang bundar, ada yang kerempeng, ada yang merah, ada yang hijau, dan yang lainnya.
Enam puluh menit kemudian, kakiku dan kaki lelaki putihku terhenti di kios muram itu. Kami menekan calon anak kami. Dia menggeliat riuh melihat kami. Kami membelinya dan menjadi keluarga bahagia.

Solo.20.5.2012