Kamis, 21 November 2013

Puasa di Negeri Petenis Novak Djokovic


Sampai di negeri antah berantah bernama Serbia 6 bulan lalu , negeri tempat petenis terkenal Novak Djokovic berasal, tak terasa sekarang sudah memasuki bulan ramadhan. Jadi mau tak mau aku harus menjalankannya di negeri Serbia ini, ini juga merupakan pengalaman pertamaku menjalankan ibadah puasa di negeri orang.
Puasa pertamaku kemarin berlangsung pada hari selasa tanggal 9 juli 2013. Melihat jadwal resmi dari komunitas islam di Serbia, aku sempat geleng-geleng kepala karena imsaknya pukul 2.30 dini hari dan maghribnya pukul 08.30 malam. Agak ngeri juga membayangkan puasa selama itu, apalagi bulan ramadhan ini bertepatan dengan musim panas di Serbia. Namun, mau tak mau sebagai muslim aku harus menjalankannya.
Di puasa pertamaku, aku sahur pukul 1 dini hari. Pihak hotel dimana semua mahasiswa yang mendapat beasiswa program “world in Serbia” telah menyiapkan bekal sahur berupa sendwich raksasa. Ini roti sendwichnya gede banget, dan di dalamnya berisi ham dan keju, tidak ada mayones atau saus sama sekali. Untungnya, sebagai mahasiswa Indonesia, saus abc pedas selalu siap tersedia.
Di serbia yang kita bisa menyebutnya negara kecil di daerah balkan, mendapat bahan-bahan makanan favorit orang indonesia tergolong gampang. Saus abc, kecap abc dan indomie ada di supermarket-supermarket terdekat. Sayur-sayuran, tahu dan rempah-rempah pun bisa kita peroleh dengan mudah di pasar-pasar Cina di daerah Novi Beograd. Restoran Indonesia pun ada 1 di daerah Slavija, tidak jauh dari pusat kota yang eksis di jalan Njegoseva no. 11. Jadi, menjadi mahasiswa Indonesia di Serbia tergolong menyenangkan, kalau lagi ingin makan makanan Indonesia bisa masak sendiri dengan menginvasi dapur teman atau langsung loncat ke restoran Indonesia tersebut.
Setelah menggigit sendwich raksasa pelan-pelan, sebelum pukul setengah 3 aku sudah menggosok gigiku. Aku tidak langsung tidur karena menunggu shalat subuh. Selesai waktu imsak, masuk waktu shalat subuh aku langsung shalat dan tidur.
Aku bangun pukul 9 atau 10, dengan hawa yang sangat gerah dan panas, aku mengisi waktuku dengan belajar. Tanggal 19 juli nanti akan ada ujian bahasa Serbia, jadi meski lemas aku memaksakan diriku membaca dan belajar. Belajar samapi pukul 1 siang, shalat dan biasanya tidur lagi. Bangun jam 5 atau 6, shalat ashar dan mandi.
Hari pertama buka puasa, aku pergi ke restoran Indonesia dengan teman-teman Indonesia yang lain, ada mba sabriana, mas adi, mas wili dan martin. Biasanya di restoran Indonesia, kami bertemu mba Ariana dan mba kristi, staf KBRI yang juga ingin buka puasa disana. Buka puasa pertama di Serbia berlangsung pada pukul 8.30 malam.
Sambil menunggu buka puasa, kami mengobrol tentang perkembangan bahasa serbia kami. Kebetulan teman mas adi yang bernama Dragan dan Mihailo adalah orang Serbia, maka kami bisa mendapat seksi belajar bicara atau mendengar bahasa serbia.
Masuk waktu buka puasa, mas Agus, Chef di restoran Indonesia memberikan appetizer berupa kolak. Dan makanan utama sudah kami pesan sesuai selera masing-masing. Saat itu, aku memesan ayam bakar dan gado-gado, dengan tambahan appetizer lumpia goreng dan segelas teh hangat. Jadi, aku merasa puasa di Indonesia ataupun di Serbia sama saja, memang yang berbeda adalah rentang waktu puasanya. Namun, jika kita menjalaninya dengan ikhlas dan sabar, waktu seperti terbang dan tahu-tahu waktu buka puasa sudah di depan mata.
Selain rentang puasa yang panjang, paling tidak 18 jam puasa. Puasa di Serbia agak berat karena pihak hotel dimana aku tinggal hanya memberi sendwich raksasa untuk buka maupun sahur, jadi pada awal-awal puasa, mahasiswa Indonesia kerap ngabuburit di restoran Indonesia maupun ditempat lain dan ini berarti kami harus merogoh kocek yang agak lumayan. Meski begitu, undangan-undangan buka puasa dari keluarga Indonesia di Serbia ataupun dari KBRI akan banyak berdatangan dan ini sangat membantu. Begitu.


Kamis, 08 Agustus 2013

Di Sela-Sela Pikiran

Kadang pikiran dan hatimu akan mengingat wajah orang yang kamu berusaha untuk tidak mengingatnya atau kamu sedang menghindarinya untuk sekedar mengingatnya lewat di sela-sela pikiranmu. Wajah itu menyembul kapanpun dan dimanapun kamu berada. Bahkan kamu mulai menanyai dirimu sendiri, kenapa wajah itu selalu hadir. Kamu sungguh ingin lari darinya. Namun wajah itu bergerak secepat cahaya, mengalahkan kedipan mata. Kehadiran wajah itu semakin menggumpal dalam pikiran dan hatimu, tapi kamu tidak bisa berbuat apapun atau mengeluarkannya. Wajah itu sudah terlanjur mengeras dalam ingatan dan hatimu. Kamu hanya bisa mengiris kecil-kecil wajah itu, berharap gumpalan itu tidak semakin membesar dan memerihkan pikiran dan hatimu.
Kalau dipikir, baru pertama kali aku merasa seperti ini. Keadaan jalan buntu. Keadaan dimana aku memang pasrah. Berharap ini akan menjadi lebih baik meski aku tidak berbuat apapun untuk hal tersebut.
Teman-temanku bahkan menghujaniku dengan pikiran-pikiran untuk melupakannya. Melupakan wajah itu. Tapi hasilnya nol besar. Entahlah. Mungkin aku hanya perlu mendiamkannya. Berharap wajah itu akan meloncat keluar dari sela-sela pikiranku. Tapi sepertinya itu tidak mudah. Atau aku hanya perlu pura-pura tidak mengetahui wajah itu ada disana. Entahlah. Semua kemungkinan menjadi sangat buram.
Sehingga, aku perlu menarik napas berkali-kali. Mengurangi rasa sakit dan perih akibat kehadiran wajah itu. Wajah anonim yang menjajah sela-sela pikiranku. Entahlah. Wajah itu dan diriku sendiri, aku merasa semakin absurd. Bahkan ketikan jariku yang melenggang, meloncat-loncat dari alfabet satu ke alfabet yang lain di atas keyboard sudah terlihat lesu dan lemah.
Namun, ada baiknya aku sudah menulis ini. Catatan yang selalu absurd bahkan untuk diriku sendiri. Aku merasa selalu lega setelah menyelesaikan dan menuntaskannya. Seperti meminum air es setelah berlari dibawah panas sinar matahari yang terik. Membuat catatan ini bisa mengeluarkan racun tumor-tumor pikiran yang mencuat di sela-sela pikiranku itu. Begitu melegakan. Dan agaknya, aku bisa bernafas normal dan berjalan lenggang untuk beberapa hari kedepan. Ya, untuk beberapa hari kedepan. Aku tidak akan pernah tahu apa wajah itu akan pergi dengan sendirinya setelah aku menulis catatan ini atau akan tetap berdiam disana. Menunggu untuk menggangguku lagi. Kapanpun dan dimanapun.


Avala.9.8.2013. 

Rabu, 10 Juli 2013

Merayakan 25 Tahun Hidupku.. 

Beberapa menit yang lalu, umurku ditasbihkan genap 25 tahun. Namun, kenyataannya, umurku akan tepat berumur 25 tahun pada pukul 8 malam nanti waktu Serbia. Ya, aku lahir 25 tahun yang lalu pada pukul 8 malam. Mungkin ketika diulas mundur, dini pagi 25 tahun yang lalu, mamaku sudah sakit perut heboh karena tendanganku semakin kuat, maka mungkin mamaku sudah dilarikan di rumah bersalin terdekat atau dukun beranak sudah stay tune di rumahku. Entahlah. Aku tidak pernah mengungkit bagaimana sejarah atau berita acara ketika mamaku melahirkanku. Aku hanya tahu di akte kelahiranku, aku lahir pada pukul 8 malam dengan cara alami, tanpa mamaku menjalani operasi atau tindakan darurat dukun beranak. Plus, aku hanya tahu bahwa abahku pernah bilang bahwa aku lahir di malam hari, maka keberanian adalah nama keduaku. Itu yang kutahu.
Maka, di tanggal 11 juli ini, ada ketidakbiasaan dari kejadian dimana “aku seakan dilahirkan kembali”.  Biasanya, aku tidak memperhatikan benar atau kata lainnya merayakan hari ulang tahunku. Aku hanya akan menjalani hari seperti biasa. Tidur, makan, bangun, mandi. Semuanya seperti biasa, tidak ada kue dengan lilin menyala, tidak ada teriakan surprise selamat ulang tahun yang bisa membuat jantung copot, tidak ada kejutankejutan heboh, dan tidak ada halhal yang biasanya dilakukan manusia normal. Aku menganggap hari ulang tahun adalah hari biasa. Seperti hari lainnya. Hanya saja aku bertambah tua.
Beberapa menit yang lalu, ketika detak detik jam berubah dari tanggal 10 ke 11 juli. Ini pertama kalinya aku merayakan bertambahnya umurku dengan diriku sendiri. Ya, dengan diriku sendiri. Dimulai dengan mencret heboh, aku memulai umurku yang 25 tahun ini dengan pembersihan toksintoksin tubuh dengan kegiatan mencret. Aku tidak memandang rendah kejadian mencret ini, malah aku menganggapnya firasat baik. Bagiku mencret seperti kata lain dari penyucian diri. Setelah mencretku selesai, tubuhku ringan bagai kapuk yang diterbangkan angin musim panas.
Setelah penyucian diriku tuntas, aku membasuh seluruh tubuhku dengan kegiatan mandi tengah malam. Aku merasa dipertambahan umurku yang ke 25 tahun ini, kodekode alam memulai hari pertamaku di usia 25. Ini membuatku merasa semakin spesial. Dan setelah melihat kalendar islam, hari pertamaku di umur 25 adalah juga hari ke 3 ramadhan tahun ini. Kodekode angka ganjil membuatku semakin dibuncah bahagia. Bagaimana tidak? Bagi perempuan penyuka halhal dan angka ganjil sepertiku, awal umur 25 yang diliputi hal ganjil dan angka ganjil adalah merupakan kebahagiaan tak terperi. Seperti halnya seorang nelayan yang melihat tandatanda bulan yang menunjukkan musim kawin ikan salmon di ujung laut sana. Ini bagaikan pertanda berkah. Bertaburan dimanamana. Meski ketika membuat catatan ini, lampu kamar tidurku sedang meredup, begitupun mataku yang semakin meredup. Namun, hari pertama di ulang tahunku ke 25 ini, hambatan lampu dan mata yang semakin meredup tidak jua meredupkan gelora buncah semangat berulang tahun dan gelora ingin membuat sebuah prasasti sederhana, sebuah catatan (tak penting) yang mengingatkan paling tidak diriku sendiri bahwa aku berumur 25 dan aku bahagia seutuhutuhnya.
Lalu, setelah kucek data siapa saja yang berulang tahun hari ini, nama penulis favoritku dan sepupuku menyembul dari alarm ulang tahu fesbukku. Aku semakin bahagia, orang yang kukagumi lahir di hari yang sama, begitu pula sepupuku. Lama bersua tapi baru tahu kalau kita lahir di hari yang sama. Sungguh kejutan kecil yang indah.
Ucapanucapan selamat berulang tahun pun berentetan masuk ke dalam time line fesbukku, terutama dari temanteman dekatku, kenalankenalanku dan orangorang yang ternyata masih sadar akan kehadiranku di dunia ini. Aku mengucap terima kasih tak terhitung, seperti bintang di langit yang jernih pagi ini, semoga doadoa yang terlontar terdengar oleh Yang Maha Kuasa. Maka kebaikan akan selalu menyelimutiku dan menyelimuti kalian. Terima kasih kembali. Katakata tulus untuk ulang tahun ke 25 ini membuat hari ini semakin syahdu. Semoga hari ulang tahun kalian yang berbedabeda itu juga dapat memberi berkah dan kebahagiaan bagi kalian. Amin!
Dan sebagai penutup, tak terlupa a very giant thanks untuk mamaku tercinta karena sudah ikhlas dan sabar melahirkan, merawat dan mempersembahkan yang terbaik buatku. Terima kasih raksasa ma! :*

Avala. 11.7.2013.


Selasa, 09 Juli 2013

JendelaJendela Besar Serbia

Tanah abuabu menatap langit dengan muram.
Rentetan pesawat mengantri untuk landas di bandara.
Tubuhku terseok, membawa koper ungu.
Tubuhku bingung, tanah asing terinjak namun pikiran masih kosong.

Avala.24.1.2013.

Gerbong Ingatan...

Ingatan berkelebat menderu. ingatan membentuk gerbonggerbong. gerbong itu jalinmenjalin, memanjang, bergerak cepat.
Gerbong itu mengurai, meledak, terbuai kemanamana.

Avala.28.1.2013.

Rabu, 19 Juni 2013

THE DIARY OF SICK MAN..

When night falls, the bird come home with their tiredness. But there is sick man who keep suffering from his illness. He touch his abdomen and keep muttering the quran verses, hope the verses could calm his illness. He keeps doing that, and merely his illness reducing a little bit. While keeping withstand with all those sickness, he stares at the ceiling, wishing a fairy pop out from them and will erase his pain with one flick of the wand. He keeps staring the ceiling, and then, one by one the face of people he love the most come in his minds. He cried without sound, his eyes teary without any command. He closes his eyes so that the face can comes once again, clearly, vividly and boldly. He keeps close his eyes. In a very phase of time. The first glimpse of the face is the girl he love the most in the world. He falls in love at the first sight with her. He meets her somewhere, he doesn’t remember where, and voila! since then those girl’s face decorate his minds all the time. Like glue. Like ghost. Like angels. Eleven second passed by, he talk to himself: “ohhh god, when you take my life today, this evening, please tell her, the girl whom i love, that i love her sincerely, from the deepest of my heart, from the bottom of my heart. She was catching fire within my heart”. A pause. Second face appeared, his mother face comes really beautifully. He cries again and again, he still remember the promise that he needs to fulfill, he wants to make his mother happy, he wants to see his mother face full of laughter, he wants his mother can see his son or daughter. But it seems, those thought could not be fulfilled. He is now in a foreign land. He can not tell his mother that he is severely sick, he can not say bad thing about himself. He wants that his mother just knowing his son always happy in a foreign land, though he is still young. He has alot of those heavy thought. He is sad when he remember the old woman become beggar in the corner of street, old women who become war victim who lose her face, her husband, her son and religion rule trapped her begging for a bite of bread in the middle of hot dessert in Afghanistan. Remembering those story of poor women, the man promise to himself that he will keep his mother in peace, happy and prosperous. Another pause. He sees his sisters and brothers, he remembers how he ate oranges and divided it into five, one for him, two for his sisters and his brothers. He could remember how they laugh together in the bench in front of the house. How they eat everything together, in the sadness and happiness. How they desperated when their father leave them forever and maybe in a couple minute, he will join his father in the heaven. He finally could take care of his father. Actually, he was so sad when he could not escort his father to the samatary, he felt he is bad son. He hit himself for eleven days, crying like crazy, doing impulsive things that he could not imagine. And now is the time he redeems all his wrongness. He felt wrong, though many people said that what he did not wrong, he just unfortunate could not escort his father. But, his regretness rooted in his heart, painful and poignant. Pause. He sees his best friend, Kenthir. He already befriended with him for about six or seven years. He met him in the university. He is a junior in english department. He is smart and digest everything he read. All girls admires him. He guessed if there is no Kenthir in his life. His life would totally plain. Pause. The pain come again, like a strike of a bowling ball. This pain gets sick and sick. His breath slowly getting fast, his vision slowly getting blurred. He tries to straight his minds, but its impossible. Sick man never gets his mind straighten. He holds his blanket, try to breath normal. But it failed. In a flash, the man saw all the faces he saw before. And at the same time, the sick man finally pass out.. he felt the death already hug him. In fact, the death angel just give him a time out.


Avala.20.6.2013. 

Rabu, 05 Juni 2013

MERINDUKAN SANAK FAMILI...

Sudah dua bulan ini aku absen menghubungi mamaku. Ada hal tidak enak yang terganjal dalam lubuk hati, namun aku membiarkannya saja. Sampai pada kemarin petang, kedua adik perempuanku menghujaniku dengan pesan agar menelfon mamaku. Mereka bilang, mamaku sangat kangen diriku dan menyuruhku menelfonnya. Ya, aku harus menelfon mamaku malam ini juga. Ini berarti pagi hari di Jepara. Dan agak bodohnya, aku menelfon mamaku pada waktu Jepara yang menunjukkan pukul 4 pagi. Aku menunggu beberapa menit, tidak ada jawaban. Aku telfon adikku Ema juga, tetap tidak ada jawaban. Dan beberapa detik kemudian aku ingat bahwa jamjam 4 pagi adalah waktu jama’ah mamaku dan adikadikku di masjid depan rumah. Haha.. kebodohan sesaat yang aneh.
Lalu, aku memutuskan menunggu sampai pukul 5. Jamjam segitu mama lagi mengaji si. Tapi tak apalah, rindu sudah tak bisa dibendung lagi. Mama juga bisa nglanjutin baca qur’annya abis aku telfon. Hahaiy. Jadi, sambil menunggu waktu berotasi dan menunjukkan tepat pukul 5 pagi, aku menulis catatan ini. Catatan seorang anak perempuan kedua dari lima bersaudara yang sedang kangen berat sama mamanya, sanak familinya.. yang sekarang sedang terlempar keadaan di negara Serbia, nun jauh disana.
Tapi, sebenarnya jauh dari rumah adalah hal yang biasa bagiku sejak sekolah menengah pertama. Aku biasa pulang sebulan sekali waktu SMA dan kuliah dulu, bahkan dua sampai 3 bulan. Aku hanya pulang disaat aku kehabisan uang untuk hidup. Sampaisampai mamaku jengah dan harus menyuruh adik perempuanku menelfonku dan mengatakan aku harus pulang. Agak sedikit aneh si, tapi apa itu berarti aku memang aneh. Haha.. entahlah. Jarak antara aku dan keluargaku kadang tidak membuatku kangen, tapi kalau sudah lebih dari 3 bulan aku pasti pulang. Sampaisampai ketika aku pulang tanpa pemberitahuan, mamaku heran dan bertanya apakah aku baikbaik saja? Apa keanehanku ini sudah ada di gengen sel tubuh keluargaku dan temurun kepadaku? Entahlah.
Waktu sudah menunjukkan pukul 5: 12 pagi. Aku menelfon mamaku (lagi!). dan akhirnya setelah meniupi telfon genggamku dengan basmalah tiga kali, telfon jarak jauhku tersambung juga. Bunyi tut tut sudah hilang dan berganti suara adik lakilaki bungsuku Fathi. Dia menjawab halo dengan suara bas anak lakilakinya. Dan menjawab dengan santai seperti biasa. Aku yang sudah senang telfonnya tersambung menjawab histeris: “adeeee.. mba icek kangeeen, muah muah”. Lalu adikku dengan santainya menjawab: “ade ga kangen”. Ckckkc, seketika itu juga rasa mau njitak adikku sangat besar, mana ada ade yang ga kangen kaka perempuannya yang heboh ini. Haha. Tapi aku langsung nyerocos, menanyainya macammacam, mulai dari kabarnya, lagi apa, sudah shalat apa belum. Dan dia bilang kalau dia lagi sakit panas seperti biasa. Diagnosa kecapekan main bola seperti biasa. Dan setelah itu sayupsayup suara berisik terdengar. Keluarga besarku sudah datang semua. Kiki, sepupuku langsung menyambar telfon dan mengkoor, mba asniii cici disini. Haha. Menyenangkan sekali mendengar suara keluarga yang tak asing. Suarasuara mereka, apa yang mereka katakan tibatiba menjadi penting dan menguasai emosiku. Ah, ternyata mereka memang sangat penting buatku.
Tak lama kemudian, suara mamaku terdengar. Haloo,, Anik. Iya ma. Kamu sudah lupa sama mama?. (Respon yang sudah kuprediksi). Engga ma, asni cuman lagi miskino habis ke Turki. Walah.. kamu jalanjalan ae?. Ga ma, ada tugas atas nama PPI Serbia. Owh, berapa pesawat Serbia-Turki?. Satu Juta Dua Ratus ma PP bayar sendiri. Owh, hla mbokya kamu umrah saja kalau punya uang. Opo ma? Umrah? Asni belom ngerti doadoanya. Kan bisa nanya KBRI kamu. Iya ma (sambil ngerasa obrolan mama agak krikkrik). Nek punya uang lagi, sekalian haji yah. Oke ma (padahal ngerasa tambah krikkrik). Kamu jangan lupa shalat ya. Oke ma. Jangan lupa ngaji. Oke ma. Jangan lupa puasa. Oke ma.
Lalu tibatiba mama lapor kalau tante Sri, Lek Olis, Lek us, Om udin, Om Kholik, dan lainnya telah datang.. (dikejauhan aku juga sudah bisa mendengar suara orang berdatangan, suarasuara mereka yang sahut menyahut dan saling bertanya kabar). Ya, hari ini semua keluarga datang kerumah karena sepupu lakilakiku yang bernama Mas Uul melangsungkan pernikahannya. Mama bilang kalau mas uul dapat orang Keling, desa tak jauh dari desaku. Wah.. rame banget pasti dirumah. Saatsaat yang paling ngangenin adalah saatsaat seperti itu. Keramaian saat keluarga berkumpul. Sanak famili akur dan saling mengunjungi. Sungguh indah..
Kadang sempat terlintas dalam pikirku. Bagaimana kalau aku terlahir di dalam keluarga yang tidak akur, banyak konflik dan intrik. Aku tidak bisa membayangkan akan jadi seperti apa. Tentu aku sangat bersyukur pada tuhanku. Aku lahir dari keluarga baikbaik, beragama baik, toleran, sangat penuh demokrasi, tanpa paksaan, dan sangat rukun. Mungkin inilah sebabnya, karakterku sangat positif. Aku memandang dunia lebih kearah yang serba baik, tidak bersedih atau bagaimana. Kadang malah, teman meksikoku bilang aku terlalu baik. Namun, kupikir sifat dan karakter ini bisa menjadi kelebihanku. Aku bisa menyebarluaskan pandanganpandangan baik ini ke semua orang. Jadi, dunia ini ada intermeso, tidak melulu halhal tidak baik yang menguasai. Tapi masih ada secuil kebaikan yang masih tersemai dan terus tumbuh dari ras manusia. Itulah sebabnya.. merindukan sanak famili adalah salah satu bagian dari karakteristik orang baik dan penebar kebaikan. Haha. Ada ada aja aku ini.


Avala.6.6.2013. 

Kamis, 23 Mei 2013

Menjadi Orang Lain...


Sudah hampir pukul satu pagi, namun tampaknya mata ini tak mau terpejam juga. Apa ini gara-gara cappuchino yang kuminum setelah makan siang tadi? Apa cappuchino gratis itu punya efek ganda yang bisa membuatku tidak tidur sampai sekarang? Padahal.. mengantuk setelah makan siang adalah hobi baruku di Serbia. Mataku selalu lengket dengan otomatis setelah makan siang, seperti ada alarm tidur yang terpasang. Sehingga kebanyakan jam setelah makan siang menjadi waktu tidurku, apalagi setelah tidak ada kelas bahasa serbia sore hari. Namun, hari ini nampaknya hari yang aneh bagiku. Seseorang yang dengan mudahnya memejamkan mata setelah makan siang, masih segar saja sampai jam segini.  Ada apa ini? Apa mungkin diriku sekarang bukan diriku yang semestinya? Aku agak sedikit curiga.. apa aku sekarang adalah orang lain? Orang yang benar-benar berbeda daripada aku sebelumnya. Umm.. Aaa.. entahlah. Tapi.. ide menjadi orang lain tampaknya tidak buruk sama sekali. Menjadi orang lain adalah sesuatu yang mungkin akan mengasyikkan. Seperti aktor atau artis di boks televisi itu. Mereka dengan mudahnya menjadi orang lain setelah membaca skript dan diarahkan oleh sutradara. Apa aku menjadi seperti mereka saja? Menjadi orang lain? Menjadi tidak diriku sendiri? Ah entahlah. Aku pikir.. pikiran-pikiran aneh sedang menginvasi diriku saat ini. Kenapa aku tiba-tiba berpikir menjadi orang lain? Apa sebenarnya aku tidak puas dengan diriku sendiri? Apakah itu sebab pastinya? Aaarrggh. Entahlah. Kepalaku seperti dirambati pohon-pohon pertanyaan yang tiada habisnya. Kenapa pikiranku saat ini penuh dengan pertanyaan? Dan ada highlight yang tercetak besar dalam otakku: “menjadi orang lain”. Pikiran ini agaknya tidak mau pergi juga. Tapi reaksi hati sebaliknya malah tergoda dengan pikiran itu. Ahh menjadi orang lain ya? Kayaknya bisa deh.. umm, kayaknya ga bisa. Ahh entahlah.
Saat-saat seperti ini, yang aku menyebutnya pikiranku dalam keadaan kritis. Biasanya aku membutuhkan seorang cahaya, sebuah dian yang sudah kusahabati lebih dari 5 tahun itu. Aku tidak tahu tepatnya lama persahabatan kita, namun berbicara dengan seorang dian akan membuatku sedikit lega. Dia selalu memberi jawaban-jawaban akurat meski pertanyaanku belum terlontar. Bukankah itu ajaib? Ya benar, itu ajaib sekali. Sahabatku, seorang cahaya, seorang dian telah bermetamorfosa, menjadi banyak orang lain dan aku menjadi saksi mata hidupnya. Kadang, aku selalu tergoda untuk berubah juga. Tapi apa nanti itu akan baik efeknya? Bagiku? Bagimu? Baginya? Bagi mereka? Bagi kami? Bagi kalian? Arrggh, entahlah. Kadang, menjadi orang lain seperti sebuah opsi yang bisa kupencet dengan mudahnya, sewaktu-waktu aku mau. Kupikir, menjadi orang lain tidak sesulit berperang, tidak sesulit melawak di depan pemirsa, tidak sesulit mengerjakan soal ujian negara, tidak sesulit apa yang terlihat sulit. Yah kupikir begitu. Tapi agaknya, menanti seorang dian yang telah kusahabati lama itu di jam-jam sekian akan sia juga. Dia pasti sedang bergumul dengan suaminya yang penyair itu, bercakap tentang filsafat dan semesta. Yah, aku mafhum. Bukankah semua orang berubah. Termasuk seorang dian yang kusahabati lebih dari 5 tahun itu. Tapi tak apalah.. kalau hidup dan semesta tak berubah, mungkin dunia ini akan jadi film horor bagiku. Ini tentu tidak baik. Aku ikhlaskan saja perubahan-perubahan itu bergulir, bagaimana? Bukankah itu ide yang tidak buruk? Apalagi ide menjadi orang lain? Huh?
Tapi, namun, jika.. ketika aku besok bangun dengan identitas bukan diriku, apa aku akan bahagia? Ya.. apa aku akan bahagia? Entahlah. Nampaknya, menjadi orang lainpun tidak menjanjikan kehidupan yang bahagia. Namun kenapa, detik ini pikiranku tiba-tiba kearah sana, kearah menjadi orang lain. Apa aku perlu mencobanya sekali saja? Supaya aku tahu dampak menjadi diri sendiri dan orang lain? Aargh.. entahlah. Mungkin aku hanya perlu mengambil jeda dengan diriku sendiri, kamu, kalian, dia, mereka dan kita. Jeda memberi tarikan nafas yang bisa menjadi jembatan antara aku dan keinginan menjadi orang lain. Arrgh, entahlah. Sudahlah. Begitu saja mungkin.
Pagi, tanpa terasa sudah berdiri di depanku. Mengangguk marah karena mataku belum terpejam juga. Aku bilang saja, aku akan tidur setelahnya. That’s it. That’s all. Fine. Ok. Algesimida. Wakatta. Uredu. Sampai Jumpa.

Avala. 24. 5. 2013. 

Jumat, 10 Mei 2013

LAKI-LAKI BERMATA SENDU

Teruntuk Mas Pungky Catur Widiantoro


Aku duduk bersila di hadapan laki-laki bermata sendu. Laki-laki itu malah duduk merebah seakan daya hidupnya telah muspra ditelan monster jahat dari planet asing. Aku tidak tahu kenapa, namun mata laki-laki itu sangatlah sendu, seakan menyeret mataku yang penuh kegembiraan mendapat gaji pertama hanyut ditelan angin kencang.
Lama kumemandang, mata laki-laki itu tetap sendu. Kesenduannya menguar bak mercon yang dinyalakan pada malam tahun baru. Aku gelisah dan bertanya-tanya, kenapa sebenarnya lelaki itu? Ada pikiran apa saja didalam otaknya? Apakah dia baru saja mendapat musibah? Apakah hewan kesayangannya mati kena diare yang sedang mewabah?
Aaaarggh.. sungguh, banyak pertanyaan bersembulan didalam benakku. Aku tak tahan lagi dan mencoba memberanikan diri menanyainya. Kudekati laki-laki bermata sendu itu dan kubertanya padanya.
30 menit aku mengobrol dengan lelaki bermata sendu itu. Kesenduannya menyetrum kepadaku. Kisah hidupnya yang diceritakannya padaku laiknya dongeng naskah kuna yang tak kupercaya terjadi di alam nyata. Air mataku yang tlah lama kubendung pun jatuh berhamburan, tak keruan.
Laki-laki bermata sendu itu bercerita, dia dibesarkan di lereng pegunungan nan indah. Dan suatu hari muncullah seorang perempuan cantik, molek nan montok, dia bernama dadidud. Mereka merajut kasih seperti sepatu dengan lemnya, benang dengan jarumnya, udang dengan batunya, kaki dengan sendalnya. Cinta tak terpisahkan selama kurun waktu 7 tahun.
Pada hari Senin Kliwon, laki-laki bermata sendu itu belajar membaca dan menulis, sedang si perempuan cantik bernama dadidud itu sibuk menari tari Bali yang sangat eksotis. Saking eksotisnya, ada pangeran dari negeri jauh marantau terpincut dengan tarian dadidud. Lalu diculiklah dadidud kenegerinya, meninggalkan laki-laki bermata sendu itu sendiri. Mengelana ribuan tahun hanya untuk mencari dadidud.
Kini setelah 2000 tahun mengelana. Laki-laki itu menjadi buta, terdampar di negeri elok bernama Surakarta. Perbedaan waktu dan ruang membuat matanya yang buta menjadi super sendu. Dia selalu menyalahkan dirinya kenapa tidak menjaga dadidud dengan baik, cinta sesuai dengan ramalan dewata harus selalu berakhir bahagia. Namun cinta yang membara ini, menjadi padam dan menjadi kesenduan abadi.
Kesenduan abadi yang tersimpan di mata laki-laki itu. Yang menyeret sekelilingnya menjadi sendu. Aku ingin memutus tali kesenduannya itu dengan memohon kepada tuhan yang maha esa, agar pengelanaan laki-laki itu segera berakhir dan dia akan dipertemukan dengan perempuan cantik lain, yang dapat mengisi kekosongan hatinya. Melumurinya dengan cinta yang murni bak susu sapi murni dari Boyolali. Amin!

Solo. 7.11.2012. 

Kamis, 09 Mei 2013

Kepada Kamu:


Tahukah kamu? Aku terbangun pagipagi buta hanya untuk tibatiba teringat padamu, diatas tuhanku. Aku membuang jauhjauh pikiranku tentangmu. Tapi pikiran itu seperti psikopat yang membuntutiku. Aku takut. Kenapa kamu menguasaiku, bahkan saat aku bangun. Kamu merampok fokus eksistansi tubuh dan pikiranku. Padahal kamu hanya sekedar imaji saja. Imaji-imaji yang beterbangan memenuhi isi kepalaku. Emosiku bercampur. Aku senang, sedih, marah, rindu. Mengapa hanya kamu yang terbayang? Bukankah idealnya aku membayangkan dan memikirkan mamaku, kakakku, adikadikku, kakak iparku dan keponakanku yang baru lahir. Tapi kenapa hanya kamu? Aku tutup pikiranku seperti aku menutup tubuhku dengan selimut. Aku berguling kesana kemari. Berusaha menghentikan laju pikirku yang semakin deras akan dirimu. Aku bahkan berpikir bahwa aku sudah gila. Mantramantra pemusnah pikiran sudah kuucap ribuan kali, tapi imajimu tetap disana.
Tahukah kamu? Setelah serangan imajimu bertubi-tubi meneror pikiranku. Aku sekarang pasrah. Aku menyerahkan jiwa dan pikiranku padamu. Kalau tidak cukup, tubuhku boleh kau ambil. Aku akan rela menjadi hambamu.
Tahukah kamu? Aku ingin merogoh isi kepalamu dan melihatnya. Aku ingin tahu, apakah kamu memikirkanku secuil saja? Iya, secuil saja. Aku tidak meminta banyak. Aku mafhum. Kamu adalah sosok terindah dan termengerikan yang pernah kukenal. Kenapa tak kau lukai saja aku dengan katakata kasar atau bendabenda tumpul yang sering digunakan penjahatpenjahat itu? Bukankah itu lebih mudah. Aku akan segera bisa menghapusmu dalam diriku (mungkin). Pikiranku akan punya banyak alasan untuk menghapus namamu, meski pikiran tentangmu hanya sekedar melintas, tak sampai duduk dan menyapa.
Sungguh.. tahukah kamu? Aku sepertinya telah menjadi gila karena kamu. Kamu harus bertanggung jawab! Seandainya aku bisa mengatakan dengan lantang padamu. Ya, kamu harus bertanggung jawab atas kegilaanku! Kegilaanku karena kamu, karena kamu memenuhiku. Sekarang, aku bahkan bisa merasakan perasaan Eng Tay, perasaan mencintai namun hanya bisa melihat dari jauh. Hanya bisa tersenyum meski saat itu jiwaku bahkan sudah melompat memelukmu erat.
Tahukah kamu? Sekarang aku harus bersimpuh pada tuhanku karena menomorduakannya setelahmu. Apa kamu puas? Eksistensimu mengobrakabrik tatanan jiwaku yang sudah mapan, bahkan pada tuhanku. Aku ingin saja bersikap brutal. Membeberkan semua fakta tentangmu didalam isi kepalaku dan mengakhiri semuanya. Tapi apakah itu cukup? Bukankah faktafakta kadang terlihat bohong. Apa aku harus memintamu membelah hatiku? Sehingga kamu bisa yakin bahwa faktafakta yang kubeberkan semua adalah benar. Ahhh.. entahlah.
Kamu.. iya kamu! Pada akhirnya aku tidak bisa berbuat apapun tentangmu. Aku hanya bisa memandangmu. Dan hanya dengan itu, duniaku terasa damai. Apa kamu titisan nirwana? Hingga kedamaian bisa menelikungku hanya dengan memandangmu. Tapi entahlah dan sudahlah.. teriakan jiwaku nanti pada akhirnya akan menjangkaumu. Cepat atau lambat. Dan ketika kamu sudah mendengarnya, kuharap warna hati kita sama. Dan tuhan mengijinkan kita untuk menyatukannya. Hanya itu, iya hanya itu! Itu sudah teramat cukup bagiku.

Avala. 10.5.2013.

Selasa, 07 Mei 2013

Hujan dalam Gelap Malam


Pagi merambat siang dan sampailah pada malam. Malam mulai menyahut pada si borjuis bulan dan matahari yang tergantung pada tempat yang tinggi, memprotes mengapa ia hanya menjadi latar belakang bagi mereka? Lalu malam melihat Tuhan sedang duduk membaca koran.. malam mendekat dan mencurahkan segala keluh kesah, duka cita menjadi hanya sebuah latar bagi makhluk lain. Singkat kata, malam ingin menjadi pemeran utama dalam drama tuhan. Malampun mulai mengiba, menciumi kaki tuhan bahkan menjilatinya. Mengusapusap sepatu tuhan, membersihkannya dari kotorankotoran syaitan yang jatuh disana. Mempolespolesnya dengan cairan pengilat sepatu buatan manusia. Namun, tetap. Tuhan tak bergeming. Tak melihat malam sama sekali. Tuhan acuh dan kaku.
Malam mulai mengambek, dia pergi pada kekasihnya, si hujan. Menceritakan apaapa yang dia lakukan. Lalu mengajak hujan membuat siasat untuk menjadi peran utama bagi dia dan kekasihnya. Si hujan lalu menyuruh adiknya si petir marah dan menggoyanggoyangkan bumi manusia, dan hujan menangis dengan khusyuknya hingga air tumpah ruah tak kepalang tunggang langgang  dan malampun senang karena ia memberi efek dramatis. Ia akhirnya gembira juga, mimpinya kesampaian. Ia ingin menjadi peran utama dalam drama hidup manusia. Dan itu menjadi nyata.
Si petir, adik angkat jauh si hujan membikin drama itu makin sempurna. Dia menghantam tiangtiang listrik manusia hingga aliran listrik mandeg. Dan hanya malam yang menyelimuti dunia manusia. Bersama hujan kekasihnya, malampun hidup bahagia. Mimpinya kesampaian. Hujan dalam gelap malam.

Avala.7.5.2013.

Senin, 06 Mei 2013

Senja di Jakarta

Angin berlari, daun menari
Gedung bertingkat berdiri sombong
Sampahsampah berbaris rapi
Burung pipit memahat awan di atas sana
Ibunya belum menyuruh pulang
Matamata tandon air menerawang
Menangisi anaknya yang hilang
Tapi, bulan di atas sana tetap saja diam
Tak bergeming, tak beremosi
Bulan hanya diam.

Jakarta.3.6.2012.

ManusiaManusiaPekerja

RiwayatDiriMenjadiModalDalamStopmapCoklat. RentetanDataBerbarisRapiDiatasKertasA4. FotoFotoDiriYangBerwarnaDibuatTersenyumDanBahagia. IniPertunjukanAtauApaBatinku. BanyakOrangBerkerumun, BerbajuRapi, NamunMataMerekaMenerawang. MataMataYangMemantulkanHarapan, Cemas, Waspada, TakAcuhDanApaAdanya. AkuMerasaSyahduMelihatMataMataItu, MataItuSeakanMengajakkuUntukIkutJuga, BergabungDalamSelebrasiMencariKerja, DanMenjadiManusiaPekerja. ArusAjakanItuSemakinKuatDanAkuTakBisaMengelak, AkuPunTenggelamDidalamnya. AkuTakSadarkanDiri... AkuTerhanyutDanTerhempas, MenjadiManusiaPekerja.

Solo.22.5.2012

Aku dan Lelaki Putihku

Malam hari kita ber-sms-an, kita sepakat pergi ke pasar Gedhe esok harinya. Pagi telah tiba, aku bersiap-siap, dandan yang cantik dan menunggu kedatanganmu di teras kostku. Sebenarnya... Aku sudah mengkhayalkan apa-apa yang akan kita lakukan di pasar Gedhe dan semoga itu menjadi nyata. Lima menit kemudian, lelaki putihku mengetuk pintu, aku keluar dengan senyum gembira dan kita berangkat dengan tangan bertautan.
Kita sampai. Lelaki putihku berbisik kalau kita akan membeli calon anak kami. Aku kaget. Aku ternganga. Membeli calon anak tidak ada dalam agendaku yang berbunga-bunga. Aku diam. Aku berjalan menurut saja dengan lelaki putihku.
Aku dan lelaki putihku berjalan beriringan didalam pasar Gedhe. Melihat-lihat calon anak yang akan kita beli. Ada yang hidup, ada yang mati, ada yang bundar, ada yang kerempeng, ada yang merah, ada yang hijau, dan yang lainnya.
Enam puluh menit kemudian, kakiku dan kaki lelaki putihku terhenti di kios muram itu. Kami menekan calon anak kami. Dia menggeliat riuh melihat kami. Kami membelinya dan menjadi keluarga bahagia.

Solo.20.5.2012