Selasa, 03 November 2015

Hello Monster
In human mind, there is a saying that there are two potentiality of becoming good and bad human. Every day, human struggle in this position. Whoever win is the one we feed more than another.
Allan finishes reading the article about suicide in the recent newspaper that he got this morning. He just leave it on the table and walk to the kitchen. He puts the dirty cup in the sink and when a rat pass his leg, he quickly step on it and trap it between his feets. He did not feel hurt when the rat starts to bite his feets. Even he grinned and grab the rat wth his fingers. That day a bad side of human possessed him. A monster inside him appear.
The rat in Allan’s hand struggling and wants to run away. It’s eyes reflecting fear and anxiety. But Allan stand still and even enjoying the moment. The moment that he felt like a God, deciding something to be alive or dead. Later, he takes a knife with his other hand and start with cutting the rat’s ears, the left side and the right side. And at last, he cuts the rat’s neck slowly and enjoying the rage screaming of the rat. When he finish cutting the rat’s neck, the blood flooding his hands and he reaches the unknown happiness that he never felt before.
In the next day, Allan surprised when he found a dead rat in his dining table. He suddenly cry for the unfortunate rat. And it seems that Allan did not remember what did he do yesterday. Without thinking, he takes the rat and bury it in his backyard. Put a nice tomb as a remembrance. After burying the poor rat, Allan back to his house, replying twitter- answering the questions of gamer and translate the game profile into english and put it in his company website. Allan’s occupation as supporting service in a game company did not take a lot of his time. He can works 40 hours a week in his house. He only need to connect with the internet so he can fulfill his job’s duty. He earns pretty much amount of money, so that he can live well now. Even, his company gave him an award because of his skill. But Allan lack one thing, He does not have family. He grew up in the orphanage and no one adopt him till he is seventeen and step out from the orphanage. Since then, he studying in the university while working, only to support himself.

The strange thing, after Allan got abused and bullied by his friends when he was in the orphanage, Allan seems to have DID or what we usually called multiple personality disorder and Allan have not realize it, yet.  

Kamis, 30 Juli 2015

Sekali-kali, Terbanglah! :)


Aku tidak pernah bermimpi bisa terbang ke angkasa dan menyentuh angin di udara dengan tangan hampa, tanganku sendiri. bahkan mulai bermain-main meliuk-liukkan tangan ke atas dan bawah, sambil sesekali kembali berpegangan pada sebuah tali panjang dan berlubang di bawahnya, untuk bisa memasukkan jari jemari tanganku dengan nyamannya disana. mimpi terbangku pasti selalu ada di dalam pesawat airbus yang hari ini bermerk apa dan esoknya bermerk apa lagi.

Tapi mungkin ketidakpunyaan mimpi "terbang" itulah yang menstimulus realitasku untuk terbang. tidak ada rasa ngeri, takut, kuatir atau rasa apapun yang tidak enak sebelum aku terbang. saat sudah siap dipasangi peralatan paralayang itu, instrukturku yang bernama Vladimir segera menyuruhku lari. aku lari sekuat tenaga dan belum ada 3 menit, kakiku sudah mengambang di udara, hanya Vladimir yang terus berlari, berusaha membuat kontak asmara dengan angin yang berhembus supaya adegan "terbang"ku dan dia sukses.

Adegan berlari yang seperti kilat dan berhasilnya kontak asmara yang dibuat oleh Vladimir antara paralayang dan angin, membuatku TERBANG, ya terbang, dan setelah itu aku hanya sibuk menjerit-jerit kegirangan antara perasaan "high", takut, takjub, heran, ngeri, semua bercampur menjadi satu. Vladimir dengan kalemnya menyetir laju paralayangnya, menari-nari di udara kurang lebih 10-15 menitan, di helm-nya menempel kamera video yang siap merekamku di depannya, dia menyuruhku berteriak sesuatu sehingga video yang dia rekam akan menyimpan momenku saat terbang itu. tanpa ba-bi-bu, aku menjeritkan nama abahku dan mamaku, dan sibuk menjerit-jerit kosong, sekalian meluapkan rasa jengkel dan kesal yang memenuhi dada sampai suaraku serak. 15 menit di udara dan tiba-tiba Vladimir menyuruhku siap-siap berlari lagi untuk posisi pendaratan membuatku mengayuh kaki tanpa berpikir. dan untungnya pendaratan yang dilakukannya mulus, tanpa suatu bencana, padahal aku sudah takut kalau-kalau kakiku tersangkut di pohon mana dan putus, yah seperti biasa, khayalan heboh dalam kepala selalu membuat hiperbola-hiperbola lucu dan tak perlu sebenarnya. meski hati sudah komat-kamit membaca surat al-ikhlas dan surat-surat al-qur'an lainnya.

Begitulah pengalaman terbangku, meski sebentar tapi itu sukses membuatku ketagihan, hanya harga terbang yang mahal yang agak menyurutkan niatku untuk terbang lagi! :D
Jujur, aku sebenarnya takut ketinggian. aktifitas yang berhubungan dengan ketinggian pertama kali kuperoleh saat aku iseng bergabung dengan organisasi pecinta alam di fakultasku dulu. tanpa tahu detail apa yang sebenarnya anak-anak pecinta alam lakukan, aku bertekad 100% bergabung dengan mereka, motivasiku hanya satu: aku ingin terlihat keren dengan tas carrier menempel di punggung, aku tidak tahu konsekuensi apa yang mengikutiku setelah aplikasiku diterima.

Adegan pertama yang berhubungan dengan ketinggian terjadi saat aku menjalani pelatihan dasar kepecintaalaman selama seminggu di Gunung Lawu dan sekitarnya. adegan pertama itu adalah Rock Climbing dan Rappeling. aku dan kawan-kawan yang menjalani pelatihan digiring oleh senior galak naik ke sebuah bukit yang lumayan tinggi, tidak tahu berapa tinggi bukit itu tapi tempat Rock Climbing yang harus kupanjat setinggi kurang lebih 25 meter. meski telah menjalani pra-latihan di kampus sebelumnya, adegan panjat-panjat dan Rappeling itu tetap saja ngeri, tapi berbuah dorongan dan teriakan menyemangati dari teman sesama pelatihan dan senior membuatku berhasil mencapai puncak bukit dengan beberapa goresan luka yang tak kurasakan di kaki, tangan dan lenganku. tanganku penuh dengan bubuk kapur putih saat sadar aku sudah berdiri di puncak bukit. mataku tak lepas memandang hamparan sawah, rumah penduduk, kantor kelurahan, langit, burung-burung, lapangan bola, dan entah apa lagi. hatiku membuncah saat mencapai puncak, aku berada dalam situasi yang "ecstasy", penuh dengan kebanggaan pada diriku sendiri, ternyata aku bisa lebih kuat daripada aku yang biasanya.

Adegan kedua yang berkaitan dengan ketinggian adalah Rappeling. aku harus turun dari bukit dengan menggunakan tali temali dan semuanya harus meng-instal tali temali itu ketubuhku sendiri. kalau salah pasang tali temali itu bisa fatal akibatnya, jadi harus ekstra hati-hati, dan selalu mengecek apakah pemasangan tali temali itu sesuai teori. untung semua peserta pelatihan yang jumlahnya 9 orang termasuk aku sangat kompak dan bersemangat. kita saling membantu dan mengingatkan.

Begitulah, kupikir seseorang di suatu masa hidupnya perlu terbang sekali-kali. aktifitas "terbang" tidak harus seperti burung, bisa dilatih dengan aktifitas-aktifitas kecil yang memerlukan jarak antara tubuh dan bumi. ya seperti rock climbing dan rappeling yang kusebutkan di atas. atau aktifitas lain seperti flying fox, zeppelin, naik balon udara, skydiving juga ok. atau lompat tali juga bisa, yang penting efek terbang bisa dirasakan. aktifitas "Terbang" bisa memberi fase "Pause" dalam hidup manusia yang sangat komplek dan selalu sibuk. fase "Pause" itu bisa seperti pakansi sesaat untuk menjernihkan pikiran yang sudah terpolusi dan melihat diri bahwa diri manusia bisa menjadi kuat dan menjalani hidup dengan lebih baik lagi kedepannya. 


Studentski Grad, 30.7.2015
Kamar 578, 11:44 pm.