Virusvirus radang tenggorokan menerjangku, aku terbaring,
lemah, tak berdaya.
Pijatan adik perempuanku belum bisa mengurangi rasa sakit
itu. Aku hanya bisa merebahkan diri, tidur, menutup mata. Panas tubuhku semakin
tinggi, aku menggigil.
Pagi hari, guyuran air dingin membilas tubuhku yang panas. Aku
ingin roboh, tapi tekad membuatku kuat.
Pagi itu, aku harus menjalani ritual perpisahan, di bulan
Januari.
Berpisah dari mamakku, kakakku, dan adik-adikku.
Perpisahan ini memang sudah harus terjadi, karena setelah
itu, suatu saat aku pasti akan kembali.
Kaki melangkah gontai sambil menyeret satu koper besar
seberat tiga puluh kilogram.
Aku menggigit bibir menaikkannya ke alat timbang bandara.
Yah, itu. Aku harus menjalani perpisahan di bulan Januari.
Tak apa berpisah, nanti juga akan bertemu lagi.
Sampai sekarang, perpisahan di bulan Januari masih terasa,
ini seperti kejadian kemarin sore yang menempel di pelupuk mata.
Tumbukan tubuhku dan mamakku ketika berangkulan dan diam
sejenak beberapa saat lalu melepasku pergi, hangatnya masih menempel, di kulit
gaun hitam putih kesayanganku.
Sentuhan dan lambaian tangan kakak dan adik-adikku masih
membekas di telapak tanganku.
Kerinduan akan kampung halamankupun belum tumbuh
sejengkalpun.
Perpisahan di bulan Januari, seperti mimipi sepintas lalu.
Ah.. perpisahan di bulan Januari yang indah itu.
Studentski Grad, Kamar 578 Blok 2G
28 Januari 2014