Sudah hampir pukul satu pagi, namun tampaknya mata ini tak mau terpejam
juga. Apa ini gara-gara cappuchino yang kuminum setelah makan siang tadi? Apa cappuchino
gratis itu punya efek ganda yang bisa membuatku tidak tidur sampai sekarang? Padahal..
mengantuk setelah makan siang adalah hobi baruku di Serbia. Mataku selalu
lengket dengan otomatis setelah makan siang, seperti ada alarm tidur yang
terpasang. Sehingga kebanyakan jam setelah makan siang menjadi waktu tidurku,
apalagi setelah tidak ada kelas bahasa serbia sore hari. Namun, hari ini
nampaknya hari yang aneh bagiku. Seseorang yang dengan mudahnya memejamkan mata
setelah makan siang, masih segar saja sampai jam segini. Ada apa ini? Apa mungkin diriku sekarang
bukan diriku yang semestinya? Aku agak sedikit curiga.. apa aku sekarang adalah
orang lain? Orang yang benar-benar berbeda daripada aku sebelumnya. Umm.. Aaa..
entahlah. Tapi.. ide menjadi orang lain tampaknya tidak buruk sama sekali. Menjadi
orang lain adalah sesuatu yang mungkin akan mengasyikkan. Seperti aktor atau
artis di boks televisi itu. Mereka dengan mudahnya menjadi orang lain setelah
membaca skript dan diarahkan oleh sutradara. Apa aku menjadi seperti mereka
saja? Menjadi orang lain? Menjadi tidak diriku sendiri? Ah entahlah. Aku pikir..
pikiran-pikiran aneh sedang menginvasi diriku saat ini. Kenapa aku tiba-tiba
berpikir menjadi orang lain? Apa sebenarnya aku tidak puas dengan diriku
sendiri? Apakah itu sebab pastinya? Aaarrggh. Entahlah. Kepalaku seperti dirambati
pohon-pohon pertanyaan yang tiada habisnya. Kenapa pikiranku saat ini penuh
dengan pertanyaan? Dan ada highlight yang tercetak besar dalam otakku: “menjadi
orang lain”. Pikiran ini agaknya tidak mau pergi juga. Tapi reaksi hati
sebaliknya malah tergoda dengan pikiran itu. Ahh menjadi orang lain ya? Kayaknya
bisa deh.. umm, kayaknya ga bisa. Ahh entahlah.
Saat-saat seperti ini, yang aku menyebutnya pikiranku dalam keadaan kritis.
Biasanya aku membutuhkan seorang cahaya, sebuah dian yang sudah kusahabati
lebih dari 5 tahun itu. Aku tidak tahu tepatnya lama persahabatan kita, namun
berbicara dengan seorang dian akan membuatku sedikit lega. Dia selalu memberi
jawaban-jawaban akurat meski pertanyaanku belum terlontar. Bukankah itu ajaib? Ya
benar, itu ajaib sekali. Sahabatku, seorang cahaya, seorang dian telah
bermetamorfosa, menjadi banyak orang lain dan aku menjadi saksi mata hidupnya. Kadang,
aku selalu tergoda untuk berubah juga. Tapi apa nanti itu akan baik efeknya? Bagiku?
Bagimu? Baginya? Bagi mereka? Bagi kami? Bagi kalian? Arrggh, entahlah. Kadang,
menjadi orang lain seperti sebuah opsi yang bisa kupencet dengan mudahnya,
sewaktu-waktu aku mau. Kupikir, menjadi orang lain tidak sesulit berperang,
tidak sesulit melawak di depan pemirsa, tidak sesulit mengerjakan soal ujian
negara, tidak sesulit apa yang terlihat sulit. Yah kupikir begitu. Tapi agaknya,
menanti seorang dian yang telah kusahabati lama itu di jam-jam sekian akan sia
juga. Dia pasti sedang bergumul dengan suaminya yang penyair itu, bercakap
tentang filsafat dan semesta. Yah, aku mafhum. Bukankah semua orang berubah. Termasuk
seorang dian yang kusahabati lebih dari 5 tahun itu. Tapi tak apalah.. kalau
hidup dan semesta tak berubah, mungkin dunia ini akan jadi film horor bagiku. Ini
tentu tidak baik. Aku ikhlaskan saja perubahan-perubahan itu bergulir,
bagaimana? Bukankah itu ide yang tidak buruk? Apalagi ide menjadi orang lain? Huh?
Tapi, namun, jika.. ketika aku besok bangun dengan identitas bukan diriku,
apa aku akan bahagia? Ya.. apa aku akan bahagia? Entahlah. Nampaknya, menjadi
orang lainpun tidak menjanjikan kehidupan yang bahagia. Namun kenapa, detik ini
pikiranku tiba-tiba kearah sana, kearah menjadi orang lain. Apa aku perlu
mencobanya sekali saja? Supaya aku tahu dampak menjadi diri sendiri dan orang
lain? Aargh.. entahlah. Mungkin aku hanya perlu mengambil jeda dengan diriku
sendiri, kamu, kalian, dia, mereka dan kita. Jeda memberi tarikan nafas yang
bisa menjadi jembatan antara aku dan keinginan menjadi orang lain. Arrgh,
entahlah. Sudahlah. Begitu saja mungkin.
Pagi, tanpa terasa sudah berdiri di depanku. Mengangguk marah karena
mataku belum terpejam juga. Aku bilang saja, aku akan tidur setelahnya. That’s
it. That’s all. Fine. Ok. Algesimida. Wakatta. Uredu. Sampai Jumpa.
Avala. 24. 5. 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar