Sampai
di negeri antah berantah bernama Serbia 6 bulan lalu , negeri tempat petenis
terkenal Novak Djokovic berasal, tak terasa sekarang sudah memasuki bulan
ramadhan. Jadi mau tak mau aku harus menjalankannya di negeri Serbia ini, ini
juga merupakan pengalaman pertamaku menjalankan ibadah puasa di negeri orang.
Puasa
pertamaku kemarin berlangsung pada hari selasa tanggal 9 juli 2013. Melihat
jadwal resmi dari komunitas islam di Serbia, aku sempat geleng-geleng kepala
karena imsaknya pukul 2.30 dini hari dan maghribnya pukul 08.30 malam. Agak
ngeri juga membayangkan puasa selama itu, apalagi bulan ramadhan ini bertepatan
dengan musim panas di Serbia. Namun, mau tak mau sebagai muslim aku harus
menjalankannya.
Di
puasa pertamaku, aku sahur pukul 1 dini hari. Pihak hotel dimana semua
mahasiswa yang mendapat beasiswa program “world in Serbia” telah menyiapkan
bekal sahur berupa sendwich raksasa. Ini roti sendwichnya gede banget, dan di
dalamnya berisi ham dan keju, tidak ada mayones atau saus sama sekali.
Untungnya, sebagai mahasiswa Indonesia, saus abc pedas selalu siap tersedia.
Di
serbia yang kita bisa menyebutnya negara kecil di daerah balkan, mendapat
bahan-bahan makanan favorit orang indonesia tergolong gampang. Saus abc, kecap
abc dan indomie ada di supermarket-supermarket terdekat. Sayur-sayuran, tahu
dan rempah-rempah pun bisa kita peroleh dengan mudah di pasar-pasar Cina di
daerah Novi Beograd. Restoran Indonesia pun ada 1 di daerah Slavija, tidak jauh
dari pusat kota yang eksis di jalan Njegoseva no. 11. Jadi, menjadi mahasiswa
Indonesia di Serbia tergolong menyenangkan, kalau lagi ingin makan makanan
Indonesia bisa masak sendiri dengan menginvasi dapur teman atau langsung loncat
ke restoran Indonesia tersebut.
Setelah
menggigit sendwich raksasa pelan-pelan, sebelum pukul setengah 3 aku sudah
menggosok gigiku. Aku tidak langsung tidur karena menunggu shalat subuh. Selesai
waktu imsak, masuk waktu shalat subuh aku langsung shalat dan tidur.
Aku
bangun pukul 9 atau 10, dengan hawa yang sangat gerah dan panas, aku mengisi
waktuku dengan belajar. Tanggal 19 juli nanti akan ada ujian bahasa Serbia,
jadi meski lemas aku memaksakan diriku membaca dan belajar. Belajar samapi
pukul 1 siang, shalat dan biasanya tidur lagi. Bangun jam 5 atau 6, shalat
ashar dan mandi.
Hari
pertama buka puasa, aku pergi ke restoran Indonesia dengan teman-teman
Indonesia yang lain, ada mba sabriana, mas adi, mas wili dan martin. Biasanya
di restoran Indonesia, kami bertemu mba Ariana dan mba kristi, staf KBRI yang
juga ingin buka puasa disana. Buka puasa pertama di Serbia berlangsung pada
pukul 8.30 malam.
Sambil
menunggu buka puasa, kami mengobrol tentang perkembangan bahasa serbia kami.
Kebetulan teman mas adi yang bernama Dragan dan Mihailo adalah orang Serbia,
maka kami bisa mendapat seksi belajar bicara atau mendengar bahasa serbia.
Masuk
waktu buka puasa, mas Agus, Chef di restoran Indonesia memberikan appetizer
berupa kolak. Dan makanan utama sudah kami pesan sesuai selera masing-masing.
Saat itu, aku memesan ayam bakar dan gado-gado, dengan tambahan appetizer
lumpia goreng dan segelas teh hangat. Jadi, aku merasa puasa di Indonesia ataupun
di Serbia sama saja, memang yang berbeda adalah rentang waktu puasanya. Namun,
jika kita menjalaninya dengan ikhlas dan sabar, waktu seperti terbang dan
tahu-tahu waktu buka puasa sudah di depan mata.
Selain
rentang puasa yang panjang, paling tidak 18 jam puasa. Puasa di Serbia agak
berat karena pihak hotel dimana aku tinggal hanya memberi sendwich raksasa
untuk buka maupun sahur, jadi pada awal-awal puasa, mahasiswa Indonesia kerap
ngabuburit di restoran Indonesia maupun ditempat lain dan ini berarti kami
harus merogoh kocek yang agak lumayan. Meski begitu, undangan-undangan buka
puasa dari keluarga Indonesia di Serbia ataupun dari KBRI akan banyak
berdatangan dan ini sangat membantu. Begitu.