Selasa, 22 November 2011

KARTU KREDIT, KARTU MATI KITA

Kasus-kasus perbankan yang marak akhir-akhir ini membuat kita harus berfikir ulang tentang apa sebetulnya kegunaan kartu kredit? Memang kalau kita menilik dari tingkat sangkil dan mangkus, kartu kredit mempunyai semua kriteria tersebut. Istilah mudahnya, jika kita mempunyai kartu kredit ini tak ubahnya kita mempunyai uang yang tak terbatas dalam genggaman kita. Tapi, ketakterbatasan uang dalam kartu tersebut tidak bisa digunakan semau kita, karena pada akhirnya kita jualah yang nanti akan membayar balik penggunaan uang yang terpakai dalam kartu kredit tersebut, malahan ditambah biaya-biaya lain atas nama biaya penggunaan kartu kredit atau bunga kartu kreditnya.
Meski banyak kasus yang sudah terpapar dalam berita-berita mengenai malpraktek ataupun dampak penggunaaan kartu kredit yang melampau batas sehingga banyak orang terjerat hutang. Pengiklanan kartu kredit sepertinya tidak hendak mati atau dihapuskan. Pengiklanan agar masyarakat berbondong-bondong memakai kartu kredit semakin subur dan mengganas. Hal ini terbukti dalam ruang-ruang iklan yang ada di koran-koran, majalah-majalah ataupun tabloid-tabloid di Indonesia. Kebanyakan iklan menghadirkan penawaran-penawaran menggiurkan yang bisa didapat masyarakat jika menggunakan kartu kredit. Penawaran-penawaran tersebut meliputi mendapat potongan harga di berbagai gerai tempat kuliner, bengkel, toko kue, butik ternama hingga hadiah langsung berupa barang maupun uang. Semakin banyak menggunakan fasilitas yang ada di dalam kartu kredit, berlimpah pula hadiah dan bonus yang akan didapat pengguna.
Sebenarnya jika ditelusur lebih dalam, pembuatan kartu kredit itu gampang-gampang susah, bisa dibilang seperti membuat KTP di kelurahan. Hal terpenting yang harus dipenuhi tentu saja para pengaju kartu kredit harus siap mengisi formulir aplikasi kartu kredit dan materai untuk membubuhi kadar hukum kartu kredit tersebut. Namun, malangnya kebanyakan para pengaju kartu kredit sepertinya tidak membaca petunjuk pembuatan kartu kredit secara saksama dan hati-hati. Para pengaju istilahnya hanya asal mengisi formulir aplikasi tadi, bahkan memanipulasi beberapa informasi, khususnya informasi mengenai jumlah pendapatan sebulan guna mudah mendapat kartu kredit tersebut. Masyarakat yang memanipulasi infomasi dalam formulir aplikasi pembuatan kartu kredit tidak berpikir ke depan bahwa kartu kredit tersebut malah nantinya bisa menjadi bumerang bagi mereka.
Kasus Irzen Octa bisa menjadi bahan pelajaran bagi kita. Irzen Octa diduga meninggal karena dianiya oleh penagih hutang karena mempunyai masalah tunggakan kartu kredit di Citibank. Melihat kasus Irzen Octa tersebut hendaknya bisa memberi pelajaran bagi kita, bahwa pembuatan dan penggunaan kartu kredit itu memang sah-sah saja, namun jika penggunaannya tidak terkontrol malah akan jadi kartu mati bagi kita sendiri.
Efek baik sebenarnya bisa juga kita dapatkan dari kartu kredit tersebut jika penggunaannya tidak menyimpang. Hal itu dibuktikan oleh ibu X yang tidak lama kemarin diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi nasional mengenai laku hidupnya yang banyak memanfaatkan kartu kredit dan belum pernah mendapatkan kesulitan dari penggunaan kartu kredit tersebut. Bahkan tak tanggung-tanggung, ibu X tersebut mempunyai 21 macam kartu kredit yang berasal dari bank nasional maupun internasional. Ibu X mengaku bahwa menggunakan jasa kartu kredit memang gampang-gampang susah, namun hal yang terpenting adalah menggunakan kartu kredit sesuai isi kantong atau pendapatan kita dan mendokumentasikan pengeluaran kita dengan kartu kredit secara cermat dan teliti. Hal ini untuk meng-kroscek ulang laporan tagihan kartu kredit setiap bulan dengan bukti di lapangan di saat kita menggunakan kartu kredit tersebut. Pembayaran kartu kredit tersebut juga hendaknya tunai karena jika pembayarannya menggunakan mode dicicil akan mendapat bunga yang sangat tinggi.
Laku penggunaan kartu kredit ini menurut George Ritzer merunut pada fenomena globalisasi. Ritzer memaparkan fenomena globalisasi ditandai dengan adanya ekspansi pasar dan eskalasi perilaku konsumtif di berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangan masyarakat kapitalis  dari tahap awal (early capitalism) ke tahap lanjut (advanced capitalism) ditandai dengan perubahan pertumbuhan ekonomi, dari berbasis produksi (mode of production) menuju petumbuhan ekonomi berbasis konsumsi (mode of consumption). Konsekuensi dari model ekonomi kapitalis tahap lanjut tersebut adalah masyarakat didorong untuk mengkonsumsi produk-produk industri dalam rangka mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Ritzer menyebutkan juga bahwa fenomena globalisasi adalah globalisasi kehampaan yang berkaitan dengan dunia konsumsi yang bermutasi sedemikian rupa. Dalam tingkat perkembangan ini pula, laku dunia konsumsi dilancarkan dengan adanya sarana alat pembayaran canggih. Ini tak lain tak bukan adalah kartu kredit. Ekspansi kartu modern di Indonesia terjadi pada tahun 2000. Bahkan, menurut Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) pada tahun 2004 pengguna kartu kredit di Indonesia mencapai 4,8 juta dan diperkirakan semakin tahun akan semakin meningkat jumlahnya hingga 2011 ini.
Kartu kredit, yang istilah populernya adalah uang plastik jika sudah ada dalam genggaman seseorang dan telah diaktifkan secara online bisa digunakan untuk berhutang ria. Rata-rata klasifikasi kartu kredit ada 3 macam, pertama: kartu kredit silver yang mempunyai jangkauan dana hutang sebesar 4 juta, kedua: kartu kredit gold yang mempunyai jangkauan dana hutang sebesar 10 juta, dan yang ketiga: kartu kredit platinum yang mempunyai jangkauan dana hutang sebesar hingga 50 juta. Jadi tidak salah kalau ada opini kartu kredit merupakan “pelumas” bagi kelangsungan hidup kapitalis global yang memproduksi kehampaan seperti yang ditekankan Ritzer.
Ironi juga ternyata selalu membayangi kartu kredit karena jika anda mempunyai kartu kredit maka anda akan dengan mudah terjangkit penyakit ekstase belanja dan  terperangkap dalam libido ekonomi dari membeli barang-barang berbagai komoditi yang ditawarkan oleh miniatur dunia mal-mal, paket wisata, toko-toko, hiburan virtual, dan lain-lain.
Hal ini juga mensinyalir bahwa kehadiran kartu kredit di tengah-tengah masyarakat kita telah meningkatkan kekuatan belanja bagi pemiliknya. Seseorang juga dapat berbelanja melebihi pendapatannya setiap bulan karena pembayarannya dengan kartu kredit, asal membayar iuran kartu kredit dan bunga keterlambatan. Ini logika yang juga mendasari praktek rentenir, interest forever and capital never, beli apa saja silahkan, yang penting bunganya dibayar, pinjaman pokoknya nanti-nanti sajalah.
Memahami dengan seksama dan secermat-cermatnya produk perbankan yang mengalami pertumbuhan pesat wajiblah kita lakukan. Jangan sampai kartu kredit malah menjadi kartu mati kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar