Hidup bagaikan sebuah cerita. Hidup seperti lembaran kertas putih yang panjang. Hidup tidaklah semudah kata hidup itu sendiri. Hidup selalu memerlukan alur jika itu sebuah cerita dan warna jika itu sebuah kertas putih. Hidup selalu memberi kita segala hal yang tak terduga dan tak dinyana.
Alur dan warna dalam hidup membuat hidup menjadi sesuatu yang dinamis dan bergerak, tapi kadangkala hidup juga dipengaruhi hal-hal yang sepele dan sederhana, yang bisa membuat hidup kadang stagnan, mengeluh, dan terpuruk.
Alur dan warna dalam hidup sesungguhnya begitu nyata, jika hal itu dirasa oleh makhluk yang bernama ‘perempuan’. Menurut banyak penelitian, perempuan adalah sesosok makhluk yang emosional dan selalu hanyut pada perasaan sendiri. Perempuan juga sosok yang rapuh dan gampang hancur. Untuk itulah, kebanyakan perempuan memerlukan sesuatu untuk menopang hidupnya. Sesuatu yang remeh temeh dan hal yang cengeng.
Hal remeh temeh dan cengeng dalam hidup perempuan tersebut adalah lagu. Lagu sebenarnya mempunyai peran yang penting dan signifikan karena hidup tanpa musik adalah seperti sayur tanpa garam, kurang sedap dan nikmat. Dan hal ini juga membuktikan bahwa kata-kata remeh, dunia ini panggung sandiwara, ceritanya mudah berubah itu betul sekali Kata tersebut dicuplik dari lirik lagu Panggung Sandiwara yang dinyanyikan Nicky Astrea.
Dulu, Menteri Penerangan Harmoko, pada ultah TVRI yang ke-26, sempat melarang lagu-lagu cengeng muncul di layar kaca karena menurut beliau lagu-lagu cengeng disinyalir dapat mempengaruhi kondisi mental kejiwaan bangsa Indonesia. Lagu-lagu cengeng dapat menyebabkan para si pendengar mempunyai mental yang lembek, loyo, dan tidak bersemangat. Lalu, apakah benar pengaruh lagu-lagu cengeng sedemikian hebat seperti itu?
Kalau kita telisik lebih jauh, bukankah sebuah lagu meskipun itu cengeng, tragis, atau menggelora adalah sebuah karya yang patut kita apresiasi sedemikian rupa. Lalu menyangkut tentang isi lirik lagunya yang sedikit cengeng atau mellow bukanlah menjadi sebuah hal yang negatif sepenuhnya? Karena kita tahu bahwa yang memproduksi lagu-lagu tersebut berasal dari penyanyi pria ataupun wanita, dari yang penyanyi single maupun grup band. Dan, sebuah lagu tidak akan pernah diproduksi oleh label musik, jika lagu tersebut tidak laku dipasaran. Sungguh sebuah Ironi kenyataan yang pahit dari interaksi pemerintah, pelaku industri maupun masyarakat kita sendiri.
Kenyataan pahit itu semakin nyata saja kebenarannya jika kebanyakan penyuka lagu cengeng adalah perempuan. Dari segi psikologis pun perempuan memang sudah menjadi sasaran empuk produksi lagu-lagu cengeng tersebut. Lalu, apa salahnya menyukai lagu-lagu cengeng? Meskipun pada periode dahulu pemerintah melarang lagu-lagu cengeng diputar, maka hal ini tidak akan terjadi pada zaman cyber abad ke-21 sekarang ini di negara kita. Lagu-lagu cengeng bahkan menjadi trend dalam masyarakat, dari penyanyi single, duo, sampai grup band ramai-ramai memproduksi lagu-lagu cengeng. Hal tersebut didukung pula oleh maraknya kuantitas industri musik dalam negeri kita. Unsur vokal dan kualitas menjadi tidak begitu penting lagi, asalkan lirik-lirik lagu tersebut bernada cengeng, mudah dihapal, sederhana, dan mengena di hati masyarakat Indonesia terutama perempuannya.
Malah, ada suatu kejadian unik dan aneh yang banyak terjadi dalam kenyataannnya. Ada seorang teman perempuan yang dia mengaku sulit mengungkapkan apa yang dia rasa dengan kata-kata. Tapi, dia akan sangat fasih mengungkapkannya melalui lirik-lirik lagu yang pas dengan keadaannya pada saat itu juga. Seperti ketika dia sedang kangen dan rindu dengan kekasihnya, maka dia pasti akan menyetel lagu Ruang Rindu dari Letto: Tak pernah kuragu dan selalu kuingat kerlingan matamu dan sentuhan hangat/ Ku saat itu takut mencari makna, tumbuhkan rasa yang sesakkan dada/ (*) Kau datang dan pergi begitu saja, semua kuterima apa adanya/ Mata terpejam dan hati menggumam, di ruang rindu kita bertemu. Dia bilang lirik di lagu tersebut pas sekali dengan keadaanya.
Lalu, teman perempuan yang lain berkata ketika dia sedang jatuh cinta, maka dia akan mendengarkan lagu dari penyanyi wanita, yang notabene tak kalah dari penyanyi Letto yang dimotori oleh para lelaki. Teman perempuan yang lain juga berkata bahwa penyanyi perempuan juga banyak sekali menyumbang lirik-lirik lagu yang cengeng, seperti apa yang dinyanyikan oleh Rossa dalam Ayat-ayat Cinta. Lirik dalam lagu tersebut begitu mendayu-dayu dan membuat hati berdesir dan tentu saja cengeng. Sepenggal lirik tersebut berbunyi: Desir pasir di padang tandus/ Segersang pemikiran hati/ Terkisah ku di antara cinta yang rumit/ Bila keyakinanku datang/ Kasih bukan sekadar cinta/ Pengorbanan cinta yang agung/ Kupertaruhkan.
Ternyata, pada akhirnya lagu cengeng tetaplah lagu cengeng, baik lagu tersebut digubah oleh lelaki ataupun perempuan. Lagu tersebut tetaplah membawa nuansa kecengengan kita sebagai manusia jika dalam keadaan terpuruk apalagi terpuruk oleh cinta. Maka jangan menjadi perempuan cengeng dalam lagu-lagu cengeng!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar